REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) Eka Sari Lorena menilai keberadaan mobil murah dan ramah lingkungan (LCGC) dapat membuat operator maupun transportasi massal semakin terpuruk, bahkan punah.
Menurut Eka, angkutan transportasi massal untuk jarak menengah dan jauh masih bisa bertahan karena LCGC tidak dapat digunakan untuk perjalanan jarak jauh. “Tetapi kalau angkutan transportasi massal di perkotaan (Jakarta), mereka akan punah. Operator transportasi angkutan massal akan semakin terpuruk, kami tidak bahagia dengan LCGC ini,” katanya saat diskusi mengenai LCGC di Jakarta, Rabu (9/10).
Dia menjelaskan, tanpa adanya LCGC saja, jalur busway Transjakarta tidak pernah steril dan dilewati kendaraan pribadi. Apalagi dengan adanya LCGC yang menyebabkan kendaraan pribadi lebih banyak dan transportasi massal seperti Metromini semakin terpinggirkan. Dia menilai pemerintah lebih berpihak terhadap LCGC daripada membenahi sistem transportasi angkutan massal.
Eka mencontohkan, proporsi transportasi massal di jalanan Jakarta hanya 4 persen dan selebihnya dikuasai kendaraan pribadi. Namun, transportasi massal itu harus mengangkut lebih dari 50 persen penduduk yang ada. Di satu sisi, Undang-Undang (UU) yang dikeluarkan untuk memayungi LCGC dinilainya sama sekali tidak berpihak terhadap angkutan massal. Pemerintah justru dipandang membiarkan kondisi transportasi massal maupun terminal terlihat memprihatinkan.
“Kalau alat transportasi massal benar-benar mati, apakah kita siap mengadakan manajemen transportasinya?” tanyanya.
Dua tahun yang lalu, pihaknya pernah mengajukan dana ke pemerintah untuk membenahi transportasi massal dan terminal sebanyak Rp 9 triliun. Menurutnya angka permintaan itu jauh lebih sedikit dibandingkan anggaran pemerintah untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang mencapai Rp 220 triliun per tahun.“Tetapi realisasinya hanya 0,00 persen,” sindirnya.
Padahal, di negara-negara lain sangat mengedepankan kebijakan transportasi massal contohnya Cina. Dia menjelaskan, negara semacam Cina meski tidak memiliki transportasi mewah, negara itu memiliki transportasi yang nyaman.
Menurutnya, untuk mencegah agar transportasi massal tidak mengalami kebangkrutan yaitu pemerintah memberikan insentif. “Saya pernah memohon ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) supaya membebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) bea balik nama kendaraan bermotor untuk transportasi massal,” ucapnya.
Menurutnya, pemerintah bisa memperoleh pemasukan negara dari segmen lain. Selain itu, pihaknya meminta agar Angka cicilan bunga kredit kendaraan untuk transportasi massal jangan terlalu berat.
Dia mencontohkan kredit kendaraan roda dua hanya 4-6 persen, sementara kendaraan umum bisa mencapai 25-29 persen. “Kalaupun bunga diterapkan demikian, pemerintah bisa jadi penjamin sehingga bunga menjadi rendah,” tuturnya.
Pihaknya juga meminta supaya sistem perijinan transportasi massal supaya transparan sehingga tidak ada pungutan liar yang dilakukan oknum-oknum seperti preman. Pihaknya juga memberi masukan agar pemerintah melibatkan organisasi swasta transportasi massal seperti Organda untuk terlibat dalam revitalisasi angkutan umum karena Organda mengurusi berbagai jenis angkutan mulai dari metromini, bajaj, mikrolet hingga bus Mercedes Benz berteknologi terbaru.