REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Bakal calon Wakil Presiden dari Partai Hanura, Hary Tanoesoedibjo, mengatakan pemerintah seharusnya berupaya meningkatkan pendapatan sesuai potensi yang dimiliki tanpa menciptakan kesenjangan sosial.
"Tantangan kebijakan ekonomi memang harus dilakukan melalui peningkatan pendapatan secara besar-besaran sesuai potensi yang dimiliki tetapi tidak menimbulkan kesenjangan sosial dan saya yakin itu pasti bisa," ungkap Hary Tanoe saat bersilaturahmi dengan sejumlah tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama Kaltim di Samarinda, Minggu (6/10).
Salah satu sektor pendapaan yang bisa dimaksimalkan menurut, Hary Tanoe, yakni melalui penghematan dan pemberantasan korupsi.
Melalui pemberantasan korupsi, kata Hary Tanoe, uang negara yang diselewengkan akan kembali dan dapat digunakan untuk membangun infrastruktur di Indonesia.
"Banyak sekali penghematan yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan potensi pendapatan negara termasuk melalui pemberantasan korupsi serta transparansi pengelolaan keuangan termasuk transparansi dalam pmberian konsesi pertambangan," katanya.
Contohnya, lanjut dia, kalau dulu perusahaan yang diberi konsesi langsung membabat hutan kemudian menjual (ekspor) pohon. Seharusnya, katanya, bukan pohon yang dijual tetapi bahan jadi misalnya furniture.
"Kalau satu pohon dibuat furniture kemudian diekspor tentunya hasilnya jauh lebih besar dan tentu efeknya lebih menguntungkan salah satunya dapat menyerap banyak tenaga kerja. Tetapi selama ini kita selalu bersikap instans dan tidak mau repot," ungkap Hary Tanoe.
Menanggapi keluhan salah seorang tokoh pemuda Kaltim, Abraham Ingan terkait kondisi yang dialami masyarakat perbatasan, Hary Tanoe mengaku telah memberikan bantuan baik malalui Kementerian Komunikasi dan TNI melalui pemberian bantuan "set box" Indovisian untuk wilayah perbatasan.
"Kami telah banyak membantu baik melalui Kominfo maupun Panglima TNI dengan menyumbangkan 'set box' Indovision ke daerah perbatasan secara gratis agar masyarakat di sana bisa menonton siaran Indonesia," ujarnya.
Hanya saja permasalahannya, katanya, jangkauan televisi sangat sulit sehingga warga perbatasan lebih banyak menonton siaran Malaysia sehingga inilah yang harus segera diatasi.
Hary Tanoe juga mengaku heran dengan minimnya infrastruktur di Kaltim padahal sumber daya alam (SDA) di darah itu melimpah.
"Saya baru tahu kalau Kaltim menyumbang hingga Rp400 triliun tetapi yang kembali ke daerah hanya sekitar 15 persen saja. Kalau memang banyak penghasilan yang terserap dari sini (Kaltim) seharusnya banyak juga dikembalikan," kata Hary Tanoe.