REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Anggota Komisi III DPR Fahri Hamzah mengatakan publik seharusnya tidak menyalahkan DPR atas penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar sebab dua mantan Ketua MK sebelumnya yang juga pilihan DPR sukses memimpin tanpa tersandung kasus.
"Jimly Assidiqie dan Mahfud MD, sejauh ini baik. Mereka juga disuplai dari DPR. Abraham Samad juga dipilih DPR untuk pimpin KPK. DPR harusnya juga dipuji, karena Abraham bisa sikat MK," kata Fahri di Palu, Ahad (6/10), dalam kunjungan politiknya mendampingi Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Anis Matta.
Dia mengatakan semua orang suci yang lahir di bumi ini pasti punya penggoda masing-masing termasuk Akil Mochtar. "Kita ini tidak hidup di ruang hampa," katanya.
Fahri mengatakan kasus dugaan suap perkara pilkada yang menimpa Akil Mochtar menjadi pelajaran semua lembaga negara perlu diperbaiki dan menambal setiap kekurangan yang ada di lembaga tersebut.
Menurut Fahri, Indonesia merupakan negara paling baru di abad 21 yang mendirikan lembaga pengawas konstitusi, karena itu lembaga tersebut perlu dijaga dan harus diawasi. "MK itu lembaga paling penting dalam mengawasi seluruh sistem konstitusi kita," katanya.
Dia mengatakan MK tetap dibutuhkan karena konstitusi hasil amendemen keempat 88 persen berisi norma baru dan hanya 12 persen di antaranya norma lama. "Makanya perlu ada lembaga independen yang memantau," katanya.
Wakil Sekretaris Jenderal PKS itu mengatakan saat ini MK merupakan lembaga yang memiliki kekuatan absolut, sementara di sisi lain lembaga tersebut tidak ada yang mengawasi.
Absolutnya MK tersebut karena setiap keputusannya tidak bisa dibantah kecuali dilaksanakan. "Kadang-kadang undang-undang yang dibuat hanya dimentahkan begitu saja oleh MK," katanya.