REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Agama Suryadharma Ali menyampaikan saran untuk kewibawaan, harkat dan martabat Mahkamah Konstitusi sebaiknya semua hakim konstitusi mundur pasca penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar oleh KPK.
"Saya harap para hakim konstitusi lainnya bisa merespon dalam bentuk pengunduran diri sebagai bentuk pertanggungjawaban kolektif terkait peristiwa yang tentunya sangat mengagetkan," kata Suryadharma Ali disela-sela Silaturahim dan Pemenangan Calon Legislatif PPP se-Jabar di Bandung, Kamis.
Saran agar seluruh hakim konstitusi melakukan pengunduran diri, menurut Suryadharma Ali, juga merupakan sebagai bentuk tanggung jawab bersama pasca ditangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar oleh KPK.
"Sehingga dengan pengunduran kolektif ini maka diharapkan untuk ke depannya kepercayaan terhadap MK akan tumbuh lagi," kata dia.
Ia menuturkan, kalaupun nanti para hakim konstitusi yang sudah mundur ini kembali mengajukan diri sebagai hakim konstitusi, maka hal tersebut tidak menjadi masalah.
Pihaknya mengaku sangat kanget, prihatin dan masih tidak percaya dengan kabar penangkapan Ketua MK Akil Mochtar oleh KPK. "Kita semua kaget, tidak menduga sebuah lembaga yang begitu disegani yang telah banyak mengambil keputusan penting dan mengejutkan, kemudian ketuanya tertangkap tangan diduga korupsi," ujarnya.
Menurut dia, yang harus menjadi catatan saat ini dari penangkapan Ketua MK tersebut ialah lahirnya MK melalui amandemen UU yang berkali-kali dilakukan sejak awal reformasi.
Dikatakannya, pada saat ini masa euforia reformasi menjadi dominan dan mewarnai setiap upaya perubahan dalam konstitusi maupun dalam produk hukum yang dibuat DPR.
"Kekuasaan eksekutif sangat besar sehingga harus dikurangi, untuk mengurangi maka dibagilah kekuasaan eksekutif ke dalam legislatif, makanya setiap pejabat publik seleksinya harus oleh DPR, disitulah terjadi macam-macam termasuk lobi toilet," kata dia.
Oleh karena itu, lanjut dia, pihaknya ingin agar momentum peristiwa penangkapan Ketua MK oleh KPK ini dijadikan sebagai titik tolak untuk melakukan evaluasi di berbagai hal. "Dan ini juga termasuk untuk melakukan amandemen UUD 1945, beserta produk undang-undang pada awal era reformasi," kata dia.