Rabu 02 Oct 2013 15:28 WIB

Letkol Untung, Lakon dalam Prahara 65

Let.Kol Untung dalam Mahmilub atas keterlibatannya dalam G30S
Foto: wikipedia
Let.Kol Untung dalam Mahmilub atas keterlibatannya dalam G30S

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh M Akbar Wijaya/ Wartawan Republika

Keanggotaannya di Cakrabirawa baru satu semester. Namun sepak terjangnya di malam 1 Oktober 1965 dini hari, sukses menggegerkan jagat politik Indonesia dan dunia.  Terlahir dengan nama Koesman pada 3 Juli 1926 di Kebumen, Untung dikenal sebagai pribadi yang pendiam dan jarang bergaul. Karirnya sebagai Komandan Batalion I Kawal Kehormatan (KK) bermula dari kecelakaan sejarah.

Semula Presiden Sukarno lebih menginginkan Mayor (Infantri) Benny Moerdani untuk menempati posisi Untung. Sukarno menilai Benny perwira militer yang ideal, berprestasi, dan punya rasa nasionalisme tinggi. Benny pernah menerima Bintang Sakti (penghargaan tertinggi di lingkungan TNI) karena prestasinya sebagai komandan operasi naga ketika menyerbu tentara Belanda di kawasan Merauke, Irian Barat.

Nama Benny semakin terkenal karena perannya mencegah pertempuran antara pasukan elite Angkatan Darat (RPKAD) dengan Batalyon II/KK Cakrabirawa yang anggotanya berasal dari pasukan elite Angkatan Laut Korps Komando Operasi (KKO).

Setelah peristiwa itu Sukarno memanggil Benny ke istana. Dia meminta kesediaan Benny bergabung ke dalam Cakrabirawa. Namun permintaan ini ditolak Benny. Dia mengaku lebih berminat bertugas di pasukan tempur agar bisa menjadi Komandan Brigade. Akhirnya jatuhlah pilihan kepada Untung, rekan Benny semasa menyerbu Irian Barat. Sama seperti Benny, Untung juga penerima Bintang Sakti. Penghargaan ini dia peroleh  setelah sukses menjadi Komandan Operasi Serigala saat diterjunkan di Sorong, Irian Barat

Saat tawaran bergabung ke Cakrabirawa datang Untung tengah menjabat sebagai Komandan Batalion 454/Para Banteng Raiders. Sebuah pasukan elite Komando Daerah Militer (Kodam) VII Diponegoro. Pasukan ini dibentuk dari pengalaman tempur Divisi Diponegoro pada 1950-an untuk menumpas gerakan Darul Islam di perbatasan Jawa Tengah – Jawa Barat. Banteng Raiders punya spesialisasi kemampuan tempur di rimba, gunung, dan terjun payung. Untung bergabung ke Cakrabirawa dengan membawa serta satu kompi anak buahnya di Banteng Raiders.  Mereka inilah yang kemudian dilibatkan Untung dalam operasi G30S.

Di pengadilan Mahmilub Untung mengaku jumlah anggota Cakrabirawa yang terlibat G30S hanya 60 orang. Mereka semua adalah bawahannya di Batalyon I Kawal Kehormatan Cakrabirawa. Artinya dari sekitar 3000 personil Cakrabirawa saat itu, hanya 2 persen pasukan Cakrabirawa yang terlibat G30S.

Sementara dari sisi struktur lingkaran pengamanan presiden, Batalyon  Untung berada di ring terluar. Dia tidak bersinggungan langsung dengan Sukarno dalam menjalankan tugas pengamanan Sukarno. “Seingat saya selama menjadi anggota Cakrabirawa Untung hanya dua kali bertemu Sukarno, saat dilantik dan saat Idul Fitri,” kata Saelan.

Untung dijatuhi hukuman mati pada 7 Maret 1966 oleh Ketua Majelis Hakim Mahmilub Letnan Kolonel CKH Soedjono Wirjohatmodjo. Lantaran persidangan Mahmilub tidak mengenal kata Banding, maka satu-satunya kesempatan bagi Untung selamat hanyalah mengajukan grasi kepada presiden. Namun kesempatan ini tidak pernah digunakan Untung. Dia menolak mengajukan permohonan pengampunan kepada Sukarno.

Dalam surat yang dia tulis dari penjara Cimahi pada 1966 Untung menyampaikan sejumlah alasan menolak grasi. Pertama, Gerakan 30 September tidak mempunyai tujuan lain kecuali menyelamatkan Revolusi dan Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno dari recana coup Dewan Jendral. Kedua, prolog Gerakan 30 September yakni rencana coup Dewan Jenderal  belum pernah diselesaikan. Untuk mendapat keadilan semua pihak, Untung mengharapkan Presiden membentuk sebuah panitia yang akan memeriksa semua pihak yang terkait prolog (Dewan Jenderal).

Ketiga, menolak tuduhan berniat menggulingkan pemerintahan serta melakukan pemberontakan bersenjata. Oleh karena sesudah peristiwa meletus, Gerakan 30 September telah menyampaikan laporan, meminta restu serta mentaati semua perintah presiden. Secara ksatria Untung juga menegaskan bahwa dirinya bertanggung jawab penuh atas aksi penculikan dan pembunuhan terhadap para Jendral yang dilakukan anak buahnya.

Dia meminta agar seluruh anak buahnya dibebaskan dari segala tuntutan. “.., tentang pembunuhan terhadap para Jendral dan seorang perwira pertama. Apalagi sejak hari pertama sidang Mahmilub saya telah menyatakan, saya yang bertanggung jawab. hal tersebut mengangdung maksud sekaligus permohonan, agar semua pelaksana dalam peristiwa ini, dibebaskan dari segala tuntutan.”

Wakil Perdana Menteri I Subandrio dalam Kesaksianku Tentang G30S sempat melukiskan saat perjalanan terakhir Untung di dunia.

“Menjelang senja, Untung dengan pengawalan ekstra ketat berjalan menuju pintu gerbang untung meninggalkan penjara Cimahi. Saya mengamati keberangkatan Untung dari penjara. Ia berajalan tegap. Mungkin ia segera bisa menguasai perasaannya yang begitu gundah. Tetapi mungkin pula ia sudah pasrah kepada takdir Allah bahwa memang sampai di situlah perjalanan hidunya. Saya kemudian mendengar bahwa Untung dieksekusi di sebuah desa di luar kota Bandung.”

Sebelum peluru para ekskutor menerjang tubuhnya, Untung dengan mata tertutup kain hitam sempat meneriakan kalimat lantang: “Hidup Bung Karno!”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement