REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rendahnya serapan dana Bantuan Siswa Miskin (BSM), disayangkan Anggota Komisi X DPR RI, Itet Tridjajati Sumarijanto.
Menurut Itet, serapan BSM rendah semakin membuktikan kalau pemerintah gagal dalam menjalankan program untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
"Selalu saja, kami memberi kesempatan berbagai program dengan anggaran besar tapi tak pernah memenuhi kuota," ujar Itet kepada Republika, Selasa (1/10).
Menurut Itet, dana BSM tersebut serapannya minim karena masalah teknis kecil. Pendataan, mengandalkan dari guru sekolah. Sementara, banyak guru sekolah yang salah dalam melengkapi persyaratan.
Misalnya, ada yang no rekeningnya sudah kadaluarsa. Akibatnya, sampai batas waktu yang ditetapkan siswa tak bisa mencairkan dana.
"Kalau guru nggak bisa mengukuti panduan pengisian BSM jadi banyak yang salah, bagaimana muridnya," katanya.
Itet menilai, seharusnya komunikasi antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dengan dinas pendidikan di daerah diintensifkan. Agar, mereka bisa benar-benar paham bagaimana melengkapi data dan persyaratan.
Sebab, ia melihat banyak dinas yang malas memproses BSM tersebut dengan tak adanya fee untuk mereka. "Dana BSM itu, nilainya triliunan. Kalau selama tiga bulan serapannya kecil, ke mana ngendapnya dana itu," katanya mempertanyakan.
Dikatakan Itet, agar semua program pendidikan bisa berjalan lancar kuncinya memang tak hanya ada di Kemdikbud. Tapi, harus ada komitmen juga dari pemimpin tertinggi negara ini. Sebab, meningkatkan kualitas pendidikan menjadi masalah bersama.
Untuk menggenjot pencairan dan BSM ini, Itet mengusulkan agar semua pihak terkait duduk bersama. Apakah memang, program ini masih cocok untuk dijalankan atau sebaiknya dialihkan dengan membebaskan biaya sekolah seluruhnya untuk masyarakat terutama yang ada di pedesaan.
"Anggap saja, siswa di pedesaan miskin semua jadi bebaskan biaya sekolah mereka. Karena memang, hampir 75 persen masyarakat desa miskin," katanya.