Ahad 29 Sep 2013 12:46 WIB

42,9 Persen Publik Tak Puas Kinerja DPR Membuat UU

Suasana rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/6).
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Suasana rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Institut Riset Indonesia (Insis) Mochtar W Oetomo mengatakan,  berdasarkan survei yang dilakukan lembaganya sebanyak 42,9 persen publik tidak puas dengan kinerja DPR dalam membuat undang-undang.

Survei tersebut mengungkapkan, sebanyak 5,6 persen publik sangat tidak puas, sebanyak 37,3 publik persen puas. Hanya 0,6 persen publik yang sangat puas.

Ketidakpuasan publik ini, ujar Mochtar, disebabkan capaian target legislasi DPR yang sangat rendah, dari 70 rancangan undang-undang, hanya 13 yang jadi undang-undang.

"Selain itu banyak undang-undang yang digugat ke Mahkamah Konstitusi, ini membuat publik menilai kinerja DPR dalam legislasi kurang baik," ujarnya di Jakarta, Ahad, (29/9).

Dalam hal pembahasan APBN, terang Mochtar, sebanyak 16,8 persen publik tidak tahu, sangat puas 1,9 persen, puas 34,8 persen, tidak puas 39,8 persen, dan sangat tidak puas 6,8 persen. Ini terjadi karena DPR sering dinilai melakukan politisasi anggaran.

Dalam hal tingkat kemampuannya menampung aspirasi, ujar Mochtar, sebanyak 1,2 persen publik sangat puas, 14,3 persen puas, tidak puas 61,5 persen, dan sangat tidak puas 12,4 persen. Ini berarti secara umum DPR dinilai tidak aspiratif.

 

DPR, ujar Mochtar, dinilai tidak mampu  menyerap keluhan masyarakat. Mereka lebih memperjuangkan kepentingan pribadi, kelompok, atau partainya.

Penelitian ini, kata Mochtar, dilakukan sejak 17 Agustus sampai 20 September di 34 provinsi, melibatkan 1.070 responden, dengan margin of error 3 persen, tingkat kepercayaan 95 persen. Dari sisi gender laki-laki 51 persen dan  perempuan 49 persen.

Umur responden, ujar Mochtar, 25 sampai 40 tahun. Responden kebanyakan lulusan SLTA, disusul sarjana, dan SMP. Pekerjaan paling banyak ibu rumah tangga.

Dari sisi pendapatan, kata Mochtar, masih didominasi dengan responden berpendapatan rendah. "Pendapatan mereka sepertinya belum cukup untuk membeli mobil murah  Agya, Ayla," katanya menegaskan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement