REPUBLIKA.CO.ID, MANOKWARI -- Sedikitnya 50 persen siswa sekolah dasar (SD) di Manokwari, Papua Barat belum bisa membaca dan menulis. Kurang optimalnya peran serta jumlah guru menjadi penyebab minimnya pengetahuan mereka.
Pengawas sekolah SD Dinas Pendidikan Kabupaten Manokwari, Bertha Dampa mengatakan profesi guru memang kurang diminati. Bahkan, banyak di antara mereka hanya lulusan SMA, dan sekadar membantu pembelajaran.
"Mereka bukan berlatar belakang pendidik, jadi mulai dari pengusaan materi dan teknik mengajar tidak memadai," kata Bertha kepada Republika di Hotel Billy Jaya, Manokwari, Rabu (25/9).
Pola semacam itu umumnya terjadi di daerah pedesaan atau pinggir pantai. Menurutnya, jumlah siswa yang belajar ke sekolah hanya sekitar 5-10 per kelas. Guru yang aktif mengajar pun hanya 1 atau 2 orang.
Dengan kondisi itu, saat ada kegiatan pelatihan mengajar di kota, sekolah pun liburkan. Sebab, tidak ada guru cadangan yang siap mengganti jam belajar-mengajar. Akibatnya, siswa pun terbiasa tidak masuk sekolah, bahkan di antara mereka banyak yang memilih ikut berkebun ketimbang belajar.
"Dari 16 sekolah pedalaman, diperkirakan 50 persen siswanya tidak bisa baca tulis," ujar Bertha.
Guru SDN 106 Warmarwai, Tobias Helyanan menambahkan, kondisi sekolah di Manokwari memang memprihatinkan. Di sekolah binaannya, kata dia, hanya ada dua orang guru, dengan 70 siswa. Bahkan, satu ruangan dipakai dua kelas.
Situasi tersebut menuntutnya aktif untuk mengajar keliling ke berbagai kelas. Faktor itu juga yang menjadi alasan siswa sekolah di Papua - Papua Barat, di atas usia wajar. Sebab, sampai kelas 5 pun, mereka banyak yang belum bisa baca tulis.
Dia juga menambahkan, dukungan dari Pemerintah Kabupaten Manokwari, belum terlihat. Kunjungan-kunjungan ke sekolah yang seharusnya dapat memotivasi siswa, jarang dilakukan. Lalu, gaji guru, kata dia, sering terlambat sampai 3-6 bulan sekali.