Rabu 25 Sep 2013 22:02 WIB

Otonomi Buat Perambahan Makin Mudah

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Djibril Muhammad
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan (tengah) menyampaikan sambutan saat membuka Munas I Ikatan Saudagar Muslim se-Indonesia di gedung Manggala Wanabakti Jakarta,Jumat (26/4).
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan (tengah) menyampaikan sambutan saat membuka Munas I Ikatan Saudagar Muslim se-Indonesia di gedung Manggala Wanabakti Jakarta,Jumat (26/4).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Perambahan hutan yang terus terjadi, dikatakan Menteri Kehutanan, juga merupakan efek otonomi daerah.

Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, mengatakan seluruh masalah kehutanan dalam PP 38 sudah mengatur pembagian kewenangan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah daerah. Tetapi dalam sektor kehutanan, hampir semua yang terjadi seolah-olah sepenuhnya tanggung jawab Kementerian Kehutanan (Kemenhut).

"Tangan-tangan Kemehut sudah tidak bisa lagi langsung tersambung karena adanya otonomi daerah. Misalnya, kebakaran hutan di perkebunan, tetap Kemenhut yang disalahkan. Seolah-olah ini bukan tanggungjawab pemerintah daerah juga," kata Zulkifli menjelaskan.

Ia mengakui ini tidak mudah. Sebab, kewenangan untuk memanggil, mengundang, menegur dan lain sebagainya harus melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Ini diperburuk euforia longgarnya hukum.

"Tidak mudah bagi kami untuk memproses perambah. Justru bisa jadi pihak Kemenhut yang disandera," katanya.

Baru-baru ini pun terjadi kasus pengambilan gading gajah di Aceh yang membuat Zulkifli dibanjiri 500 surat elektronik dari seluruh dunia berisi komplain hal itu. "Kita tahu SDM Polhut terbatas. Ini tentu butuh kerjasama dan bantuan pemerintah daerah," ungkap politisi PAN itu.

Ia menilai penting untuk menambah SDM handal untuk membantu sosialisasi pentingnya menanam pohon, bagaimana melindungi satwa serta menjaga lingkungan.

Kasus lain yang masih menjadi pekerjaab rumah Kemenhut adalah illegal logging. Rencananya Mehut akan segera menandatangani kesepakatan dengan negara-negara yang menjadi konsumen kayu Indonesia.

"Dengan ini semoga merek nanti juga tidak menerima dan membeli. Jangan sampai kita keras, tidak ada illegal logging, tapi negara lain masih membuka kran penerimaan," harapnya.

Kasus berkurangnya wilayah taman nasional (TN) juga sempat membuat Zulkifli dicap pengkhianat oleh para aktifis lingkungan. Misalnya TN Teso Nelo dan TN Gunung Halimun Salak (TNGHS).

"Bagaimana saya harus menangkap 20 ribu orang di Teso Nelo? TNGHS pun sudah 100 ribu orang lebih. Tentu tidak mudah," ungkap Zulkifli.

Pria yang hari ini baru saja dikaruniai cucu ke dua itu mengatakan TNGHS dulu luasnya 40 ribu hektar dan luasnya ditambah menjadi 113 ribu hektare.

Tambahan wilayah yang direncanakan merupakan hutan produksi. Begitu pula halnya Teso Nelo yang luasnya 30 ribu hektar diperluas dengan mencakup lahan produksi menjadi 80 ribu.

Saat di Mesuji, katanya, saat Kemenhut menahan dua orang saja, seminggu jalan diblokir warga. "Jadi, TNGHS tidak usah 113 ribu, pertahankan saja 40 ribu hektar yang kita miliki. Ini tidak mudah, kita butuh sosialisasi yang panjang," kata Zulkifli

Ia menegaskan, jika pun bertahan dijadikan kembali wilayah TN, akan sampai kapan? Sudah banyak wilayah TN yang jadi perkampungan.

Menurut dia jIka memang TN hanya 40 ribu, pertahankan saja begitu. Tetapi proses ini pun diakuinya akan berjalan panjang dan tidak sederhana. "Kami harus melakukan kajian sebelum disahkan di DPR," kata Zulkifli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement