Selasa 24 Sep 2013 21:13 WIB

Petani dan Mahasiswa Yogya Tuntut Reformasi Agraria

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Para mahasiswa Fakultas Pertanian UGM, Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Aliansi Rakyat Menolak Penggusuran (ARMP) melakukan aksi demonstrasi dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional, di Gedung DPRD DIY, Selasa (24/9).

Dalam aksinya mereka membawa spanduk dan poster yang bertuliskan antara lain, 'Wujudkan kedaulatan Pangan' dan 'WTO menghancurkan petani'.

Sementara itu salah seorang mahasiswa Fakultas Pertanian UGM dalam orasinya menegaskan  kini tanah ladang diubah dengan gedung megah, petani dipaksa menjadi buruh tani dan budak di negeri sendiri," tegas Rossi dari Dewan Mahasiswa Fakultas Pertanian UGM.

Sampai saat ini Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara utuh dan mandiri. Sehubungan dengan hal itu orientasi kebijakan pangan perlu diubah diantaranya memberikan peran dan kesempatan lebih pada petani lokal sebagai subyek dalam mewujudkan pangan.

"Kami menuntut reformasi kebijakan land reform melalui reformasi agraria, dimudahkannya petani dalam sistem permodalan dan kemitraan, reformasi kebijakan proteksi produksi dalam negeri harus diperketat dan disempurnakan khususnya pertanian pangan, reformasi kebijakan tata niaga yang terlalu panjang dengan merekonstruksi kembali sistem pepasaran, reformasi kebijakan subsidi yang tepat guna dan tepat sasaran, serta refomrias kenijakan penentuan harga dasar komodiri pangan akar tidakmerugikan petani," tutur Rossi.

Sementara itu dari ARMP melakukan penolakan terhadap Perdais (Peraturan Daerah Istimewa) khususnya pertanahan. 

Mereka yang tergabung dalam ARMP sebagian besar warga Parakusumo membawa spanduk besar bergambar Sultan Hamengku Buwono IX. Spanduk tersebut bertuliskan 'Penak jamanku to! Mbiyen lemah Sultan Ground (SG) dan Paku Alam Groun (PAG)wis tak bagi nganggo Perda no 3/1954. Saiki kok arep dirampas. Ojo gelem yo!'

Menurut Watin, pihaknya mengusung  gambar Sultan HB IX untuk mengingatkan bahwa ayah dari HB X sudah membagikan SG/PAG kepada rakyat melalui Perda 5/1954 pasal 10 yang isinya hak memakai turun temurun dengan sendirinya menjadi hak milik.

Selain itu, kata dia, HB IX dan PA VII juga sudah melakukan penghapusan terhadapa SG dan PAG melalui Perda DIY No. 3/1984 sebagai implementasi dari Keputusan Presiden 33/1984 dan implementasi UUPA.

Dengan adanya Raperdais masyarakat yang menggunakan tanah SG dan PAG khawatir akan terjadi ancaman penggusuran. Sebab tanah SG yang mereka tempati rencananya akan dibangun hotel bertaraf internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement