REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perdana Menteri Australia terpilih, Tony Abbott, berencana mengunjungi Indonesia. Pengamat hukum internasional melihat kunjungan tersebut harus dimanfaatkan untuk membicarakan masalah imigran gelap yang kerap 'menyasar' di Indonesia.
Namun begitu, pemerintah Indonesia juga harus terlebih dahulu membentuk kebijakan khusus untuk memfasilitasi para imigran gelap untuk dibawa ke Australia. "Pemerintah perlu mewacanakan agar memfasilitasi mereka untuk sampai ke Australia secara aman dan selamat," kata pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana dalam siaran persnya kepada ROL, Ahad (22/9).
Hikmahanto menambahkan keberadaan pencari suaka dan pengungsi telah menjadi beban bagi Indonesia dan Pemerintah. Padahal mereka berkeinginan untuk ke Australia dan menetap dan Indonesia wajib menghormati hak asasi manusia dari para pencari suaka dan pengungsi untuk bebas berpergian ke negara manapun yang mereka kehendaki tanpa harus dihalangi.
Penahanan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah di rumah detensi imigrasi (rudenim), lanjutnya, merupakan pelanggaran HAM pencari suaka dan pengungsi mengingat mereka tidak melakukan pelanggaran hukum keimigrasian Indonesia. Pemerintah juga terbebani karena para imigran ini menghendaki perlakuan istimewa.
Dalam mewacanakan kebijakan ini pemerintah perlu untuk meminta UNHCR (Badan PBB untuk pengungsian) dan International Organization for Migration (IOM) segera menghentikan kegiatannya dalam melakukan screening terhadap pencari suaka dan pengungsi di Indonesia. Keberadaan UNHCR dan IOM di Indonesia telah menjadi tujuan bagi pencari suaka dan pengungsi untuk datang ke Indonesia.
"Pembicaraan dengan PM Australia ini dilakukan agar terdapat pengertian dari pemerintah Australia bahwa Indonesia ingin mengutamakan penghormatan HAM dan keselamatan para pencari suaka dan pengungsi yang berkeinginan ke Australia," jelasnya.
Kebijakan terkait imigran ini harus dibicarakan dengan pemerintah Australia karena kebijakan dalam penanganan pencari suaka dan imigran gelap dari Australia berpotensi melanggar dan melecehkan kedaulatan Indonesia. Hal ini dilihat dari pernyataan Menteri Luar Negeri Australia dalam pemerintahan Tony Abbott, Julie Bishop yang menyatakan penyelesaian masalah ini tidak diperlukan persetujuan dari Indonesia. "Pernyataan Bishop sangat tidak bersahabat terhadap Indonesia," tegasnya.