REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harapan Indonesia untuk memproduksi mobil nasional (mobnas) secara massal dan mandiri sepertinya masih jauh panggang dari api. "Karena pemerintah memang tidak mengambil pilihan untuk memproduksi mobil sendiri," kata Ketua Komisi VI DPR, Airlangga Hartarto saat dihubungi, Sabtu (21/9).
Ia menuturkan, pemerintah cenderung memilih program mobil murah alias low cost green car (LCGC) ketimbang mobnas. Karena industri ini dianggap lebih memiliki daya saing di pasar. Lewat kebijakan ini, diharapkan Indonesia bisa menjadi basis produksi otomotif di ASEAN dalam beberapa tahun ke depan.
Saat ini, kata dia, Indonesia baru memiliki sekitar 1.400 unit usaha berbasis komponen otomotif yang klasternya terkonsentrasi di Karawang, Jawa Barat. Jumlah ini dianggap masih jauh kalah dengan Thailand yang usaha komponen otomotifnya mencapai dua ribu unit. "Dengan kebijakan LCGC, peluang Indonesia untuk menyaingi Thailand semakin terbuka lebar," ujarnya.
Ia berpendapat, sulit bagi Indonesia mengembangkan program mobnas layaknya industri mobil Proton di Malaysia. Karena dana riset nasional yang dialokasikan pemerintah tidak sampai satu persen dari APBN setiap tahunnya. Sementara, untuk bisa mewujudkan industri mobnas, Indonesia paling tidaknya harus menganggarkan dana litbang iptek sekitar dua persen dari total APBN.
"Korea Selatan saja mengalokasikan lima persen anggaran mereka untuk riset. Jadi, ini sebenarnya kembali lagi kepada politik anggaran pemerintah jika memang ingin menggenjot program mobnas,”" tutur politikus dari Partai Golkar itu.