REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kontroversi tentang mobil murah, masih terus bergulir. Kini, mantan wakil presiden HM Jusuf Kalla juga ikut bicara. JK, demikian dia akrab disapa, menilai, larangan terhadap mobil murah yang kini menjadi kontraversi, adalah diskriminatif. Menurutnya, larangan tersebut menutup kesempatan bagi mereka yang berpenghasilan pas pasan untuk membeli kendaraan roda empat. ''Kalau alasannya mobil murah menambah kemacetan, apakah mobil mahal tidak menyebabkan kemacetan,'' ungkap JK di sela sela acara Singapore Summit, Jumat malam (20 /9) di Singapura, seperti disampaikan media Officer JK, Husain Abdullah.
Menurut JK, sepuluh tahun lalu, orang mendesak perlunya mobil murah. Kini, setelah pemerintah memberi kesempatan justru ditentang. Karenanya, dia menilai hal itu tidak adil bagi mereka yang berkemampuan rendah. Selain itu kata JK, pelarangan tersebut bisa membahayakan negeri kita jika aksi seperti itu menjalar ke daerah daerah lain. Dia mengatakan, misalnya ada juga daerah di Indonesia yang melarang peredaran mobil mahal atau melarang peredaran komoditas tertentu.
JK berpendapat, semua pasti sepakat untuk mengatasi kemacetan. Namun melarang mobil murah itu jelas diskriminatif. Untuk mengatasi kemacetan dari dampak pertumbuhan kendaraan, ketua umum Palang Merah Indonesia ini mengatakan, bisa dilakukan dengan cara antara lain, pemberlakuan pajak yang tinggi dan bersifat progresif untuk semua jenis kendaraan secara adil. Juga bisa dengan menaikkan tarif parkir di tempat tempat umum.
Di saat yang sama, lanjutnya, transportasi massal pun ditingkatkan. Dengan demikian, orang bisa beralih ke moda transportasi umum. Bagi distributor sendiri, menjual mobil murah tidaklah lebih menguntungkan daripada menjual mobil mahal. Karena menurut JK persentase keuntungannya sama, sedangkan nilai barangnya rendah.