REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kraton Yogyakarta selama ini mempunyai pemasukan dengan mengoptimalkan aset kraton. Sehingga, untuk kegiatan yang diselenggarakan di Kraton tidak selalu menggunakan dana dari pemerintah.
''Alhamdulilillah kami sembodo dan tidak ndremis (meminta-minta-red) kepada pemerintah,''kata Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Sarta Kriya Kraton Yogyakarta KGPH Hadiwinoto baru-baru ini.
Karena itu Gusti Hadi (panggilan akrab KGPH Hadiwinoto) membantah bila ada yang menyatakan bahwa untuk pernikahan putri Sultan Hamengku Buwono X menggunakan dana pemerintah, apalagi danais (Dana Istimewa) DIY.
''Untuk kesejahteraan kraton dananya ya dari keraton sendiri, termasuk untuk biaya penyelenggaraaan pernikahan Putra Dalem (putri Sultan HB X-red) kami mengoptimalkan aset kraton dan bekerjasama dengan pihak ketiga seperti Hotel Ambarukmo, Ambarukmo Plaza, Twenty one, dan lain-lain,''ungkapnya.
Gusti Hadi mengaku pernah dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mau melakukan studi banding di Kraton Yogyakarta untuk pengelolaan Kraton Solo. ''Saya bilang salah alamat, kalau Keraton Solo mendapat anggarkan dari Pemda Jawa Tengah saja Rp 1 miliar dan Pemda Solo Rp 500 juta.
Kalau di Keraton Yogyakarta biasanya anggaran dari pemerintah sudah dalam bentuk proyek dan kami terima 'matangnya' saja, tidak langsung dalam bentuk uang,''jelasnya.
Proyek yang untuk keraton, misalnya pengecetan Pagelaran Keraton yang sudah 15 tahun tidak dicat. ''Itu saja anggaran di DInas Kebudayaan,''tutur Gusti Hadi. Dia mengakui waktu Sultan Hamengku Buwono X lebih banyak mengoptimalkan aset kraton untuk kesejahteraan kraton sendiri, sedangkan waktu Sultan Hamengku Buwono IX banyak untuk sosial, tetapi sering dibohongi.
''Dulu selama 40 tahun Hotel Ambarukmo menggunakan tanah Sultan, tetapi tidak membayar ke Keraton. Padahal menjual 250 kamar dan satu persen pun keraton tidak menerima uang,''ungkap adik kandung Sultan HB X ini.