REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Direktur Perencanaan dan Pembinaan Afiliasi PT PLN (Persero), Murtaqi Syamsudin, mengemukakan Provinsi Lampung saat ini sedang krisis listrik sehingga membutuhkan penambahan pembangkit-pembangkit listrik baru. "Rasio elektrifikasi Lampung relatif masih rendah hanya 72 persen di bawah rata-rata nasional sebesar 78 persen karena itu masih banyak kantung-kantung atau pemukiman penduduk yang belum mendapatkan listrik," kata dia, Jumat (20/9).
Ia mengatakan, saat ini listrik di Provinsi Lampung masih dalam kondisi defisit sekitar 100-150 megawatt (MW), maka untuk memenuhinya harus disuplai dari jalur utara yakni dari Baturaja menuju Kota Bumi, Lampung Utara. Namun, jika transmisi dari jalur utara itu bermasalah maka akan berdampak pada pemadaman di wilayah Lampung karena PLTU Tarahan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan listrik seluruh penduduk.
Murtaqi menuturkan saat ini wilayah Lampung mendapat impor listrik dari Baturaja sebesar 100 MW, namun itu kondisi sekarang, dan pertumbuhan elektrisasi nantinya masih terjadi dan industrialisasi di Lampung pasti tumbuh, artinya kalau rakyak makin makmur maka permintaan makin bertambah dan butuh kapasitas listrik lebih banyak lagi. "Perkiraan kita Lampung itu bisa tumbuh 8 sampai 10 persen pertahun," kata dia.
Oleh karena itu, lanjutnya, PLN berupaya keras untuk meningkatkan kapasitas litrik itu yakni dengan menambah pembangkit-pembangkit baru melalui tenaga listrik alternatif seperti pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Selain itu, untuk mepercepat elektrifikasi di Lampung salah satu yang harus disiapkan pemerintah maupun PLN, yang pertama adalah menambah kapasitas pembangkit dan membangun infrastruktur tranrasmisi dan jaringan distribusi untuk untuk menjangkau daerah yang belum mendapatkan listrik.
Kemudian, selama ini jika terjadi pemadaman di Lampung masyarakat pasti berteriak akibat pemadaman jelas karena kapasitasnya kurang, kalau ada gangguan transmisi dari utara pasti padam, makanya solusinya adalah menambah pembangkit. Seperti rencana pemadaman pada Oktober karena PLTU Tarahan akan perbaikan besar, jika ada pembangkit tambahan maka akan dapat diminimalisasi, kata dia.
Menurutnya, pengadaan pembangkit-pembangkit baru itu sudah masuk dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik yang sudah ditetapkan oleh pemerintah salah satunya pembangkit listrik berkapasitas 2x110 MW dari panas bumi di Gunung Rajabasa yang akan dikelola oleh PT Supreme Energy yang kemudian dibeli oleh PLN sebagai "over taker". "Program itu menurut RUPTL seharusnya sudah selesai pada tahun 2017, untuk memenuhi kebutuhan listrik wilayah Lampung yang terinterkoneksi pada sistem kelistrikan Sumatra," ujar Murtaqi.