Selasa 17 Sep 2013 18:16 WIB

Hukuman Istri Nazaruddin Diperberat

Terpidana kasus Wisma Atlet Muhammad Nazaruddin bersama  istrinya Neneng Sri Wahyuni (kanan) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (8/1). (Republika/Yasin Habibi)
Terpidana kasus Wisma Atlet Muhammad Nazaruddin bersama istrinya Neneng Sri Wahyuni (kanan) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (8/1). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Tinggi memperberat hukuman pidana terdakwa dalam kasus korupsi pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) tahun anggaran 2008 Neneng Sri Wahyuni.

"Putusan No. 21/Pid/Tpk/2013/PT.DKI atas nama Neneng Sri Wahyuni tanggal 19 Juni 2013, amar putusan memperbaiki putusan pengdilan Tipikor Jakarta tanggal 14 Maret 2013 tentang pembayaran uang pengganti dari Rp 800 juta menjadi Rp 2,6 miliar," kata Juru Bicara Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Achmad Sobari di Jakarta, Selasa (17/9).

Berdasarkan putusan pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (14/5), istri M Nazaruddin ini dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi memperkaya diri sendiri dan orang lain dan merugikan keuangan negara. Karena itu, dia dijatuhi hukuman 6 tahun dan denda Rp 200 juta subsider pidana kurungan 6 bulan dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp 800 juta.

"Alasannya karena terdakwa selain menikmati hasil korupsi Rp800 juta juga menikmati melalui PT Anugrah Nusantara yang dimilikinya sebesar Rp 1,8 miliar sehingga seluruhnya menjadi Rp 2,6 miliar," tambah Achmad. Namun putusan pidana penjara Neneng tetap enam tahun.

Putusan tersebut dilakukan oleh majelis hakim dengan ketua majelis Achmad Sobari dengan anggota Hamuntal Pane, H Mochammad Hatta, HM As'adi Al Ma'ru, dan Amiek Sumindriyatmi. Neneng pada sidang pembacaan putusan diputus "in absentia".

Dalam amar putusannya, majelis hakim yang terdiri atas Tati Hadiyanti, Pangeran Napitupulu, Made Hendra, Hugo, dan Joko Subagyo menilai bahwa Neneng terbukti menegosiasikan, mengatur pengeluaran dan pemasukan PT Anugerah serta membuka rekening PT Alfindo Nuratama Perkasa tanpa diketahui direktur perusahaan Arifin Ahmad, mengelola uang dari Depnakertrans dan mencairkan uang untuk kepentingan Neneng.

Artinya hakim menilai Neneng terbukti merugikan keuangan negara karena Depnakertrans membayar Rp 8 miliar padahal hanya dipakai PT Sundaya Rp 5,27 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement