Selasa 10 Sep 2013 23:06 WIB

DIY Butuh Perda Pelarangan Peredaran Bebas Minol

Rep: Heri Purwata/ Red: Djibril Muhammad
Minuman Beralkohol
Foto: Republika/Prayogi
Minuman Beralkohol

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) telah mendesak membutuhkan peraturan daerah (Perda) pelarangan peredaran minuman beralkohol (Minol) secara bebas. Menyusul semakin mudahnya mendapatkan Mihol di wilayah DIY.

Itulah benang merah Forum Group Discussion  (FGD) tentang 'Urgensi Pengaturan Minuman Beralkohol' yang diselenggarakan Pusat Studi Hukum dan Kosultasi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) bekerjasama dengan Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) DIY (Disperindagkop UKM DIY) di Yogyakarta, Selasa (10/9).

"Saat ini di Yogyakarta dapat dengan mudah mendapatkan minuman beralkohol dari hotel berbintang. Pembeli tidak hanya boleh minum di tempat, tetapi juga bisa membawa pulang dalam jumlah yang banyak," kata Sumiyanto, salah seorang peserta dari Disperindagkop dan UKM DIY. 

Padahal dalam peraturan, Mihol yang dijual di hotel-hotel berbintang hanya boleh dikonsumsi di tempat tersebut dan tidak boleh dibawa keluar hotel. "Apalagi untuk dijual lagi kepada masyarakat," katanya. 

Sedangkan salah seorang anggota Satpol PP peserta FGD yang enggan disebut namanya, mengatakan terbatas dan mahalnya Mihol buatan pabrik membuat sejumlah warga untuk lebih membuat Mihol oplosan. Sehingga kondisi menyulitkan pihaknya dalam memberantas peredaran Mihol oplosan.

Terlebih lagi ketika menangkap pengoplos Minol, hakim tidak mau menyidangkan tanpa dilampiri hasil uji laboratorium terhadap kandungan Minol oplosan tersebut.

"Kita hanya memiliki dana Rp 2 juta/ tahun untuk uji laboratorium minuman oplosan. Padahal untuk uji laboratorium ongkosnya Rp 550 ribu, sehingga dana tersebut hanya dapat digunakan untuk tiga kali," katanya.

Oleh sebab itu, anggota Satpol PP tersebut meminta agar ongkos uji laboratorium diturunkan agar Satpol PP bisa melakukan operasi lebih intensif. Juga kasusnya bisa naik ke pengadilan agar hukuman bisa menimbulkan efek jera.

Sementara Direktur PSHK UII, Sri Hastuti Puspitasari mengatakan keberadaan minuman beralkohol perlu diatur agar tidak dikonsumsi anak-anak. "Beredarnya minuman berlkohol menimbulkan resistensi di tengah masyarakat yang berujung

tindakan anarkhis. Selain itu, konsumen yang mabuk juga menimbulkan masalah. Di antaranya, terjadinya kecelakaan dan tawuran atar pelajar," kata Sri Hastuti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement