REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Para perajin tempe di Kabupaten Sleman tidak mengikuti mogok massal seperti yang dilakukan oleh perajin tempe di DIY. Berdasarkan pantuan di Pasar Sleman, masih ditemukan penjual yang menyediakan tempe dan tahu di lapak mereka.
"Masih jual tempe di Sleman, tapi harganya yang naik ada yang dari Rp 2 ribu menjadi Rp 2.500, dari Rp 2.500 menjadi Rp 3 ribu," kata Sutrisnowati di Pasar Sleman, Senin (9/9).
Ia juga mengeluhkan mahalnya harga tempe saat ini yang berimbas pada berkurangnya daya konsumsi masyarakat terhadap tempe. "Banyak yang mengeluh pembeli, tempe ukurannya jadi kecil dan mahal," tambahnya.
Sementara itu, Agung Wibowo, perajin tempe di Mangunan Caturharjo, Sleman, mengaku tidak mengikuti mogok massal seperti yang dilakukan oleh para perajin tempe lainnya. "Di Jogja memang tidak diproduksi, mogok. Kalau di Sleman masih memproduksi," katanya.
Agung juga mengatakan masih dapat memproduksi tempe sekitar 110-116 kilogram. Menurutnya, meskipun harga kedelai naik hingga Rp 9.500 per kilogram dari Rp 7.500, tidak mempengaruhi jumlah produksi tempe. Namun, ia mengaku keuntungannya berkurang hingga 50 persen. Meskipun begitu, ia tidak mengurangi jumlah tenaga kerja.
"Pengurangan tenaga kerja tidak ada tapi ukuran tempe diperkecil, harga tempe dulu Rp 3 ribu ada yang dinaikin ada yang diperkecil ukurannya," katanya. Hingga saat ini, permintaan tempe di Sleman menurutnya masih tinggi.