REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kepala Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Jabar Ferry Sofwan meminta agar petani dan perajin tahu tempe tidak mogok massal terlalu lama.
Sebab, mogok massal yang dilakukan akan berdampak pada perdagangan dan timbulnya konflik. Ia meminta mereka untuk terus berproduksi. "Mogoknya cukup sehari saja, jangan lama-lama,"kata Ferry, Senin (9/9).
Menurut dia, masalah kelangkaan dan mahalnya harga kedelai karena tekanan inflasi yang semakin membuat harga impor semakin mahal.
Untuk itu, perlu dorongan bersama semua pihak agar masalah keledai ini bisa diselesaikan. "Masalah kedelai ini bukan hanya urusan Provinsi Jabar," kata dia.
Kerja sama dinas pertanian, ungkapnya, mutlak diperlukan. Ferry mengaku sudah menjalin rapat koordinasi dengan Distan Jabar dan akan ada anggaran untuk penanaman kedelai seluas 127 hektar. Anggaran yang belum dapat disebut besarannya tersebut untuk bantuan bibit dan pengelolaan lahan.
"Sehingga, kalau penanaman di September selesai, November hingga Desember bisa panen dan akhirnya punya kedelai lokal," kata dia.
Selain itu, yang paling penting menurut dia, perlunya mempertemukan koperasi dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Sebab, sentra produksi ada di kelompok tani. "Koordinasi koperasi dan Gapoktan harus lebih ditingkatkan,"ungkap dia.
Sementara itu, salah satu perajin tahu di daerah Cibogo Bandung Suherman mengaku tidak mengikuti mogok massal diantara para perajin tahu tempe di Bandung.
Menurut dia, selain pertimbangan karyawan yang mengandalkan upah dari pabrik tahu, tapi juga tanggung jawab terhadap konsumen loyal seperti rumah bakan dan pedagang baso tahu.
Untuk kelangsungan pabrik tahunya, ia menyesuaikan harga jual dengan harga bahan baku dan konsumen. "Alhamdulillah, pelanggan kami bisa mengerti meski daya beli jadi berkurang dari jumlah yang biasa merekaa beli. Pasrah tapi tetap semangat berproduksi," kata dia.
Adapun Gubernur Jabar Ahmad Heryawan meminta untuk penataan swasembada kedelai. Harga kedelai naik menurut dia karena nilai tukar Rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika. "Mau tidak mau kita masih tergantung impor,"kata dia.
Untuk itu, pengembangan swasembada kedelai salah satunya dengan penelitian kedelai di Indonesia yang harus semakin ditingkatkan.
Ia sempat bercerita ketika kunjungan kerja ke Cina, pohon kedelai di China sangat lebat dan bijinya besar-besar. "Di kita pohon kedelai kecil-kecil. Padahal di China sudah bisa lebih maju," ungkap dia.