REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Masyarakat Medan diminta untuk tetap mewaspadai kasus penculikan anak-anak, dengan modus operandi berpura-pura ingin membantu anak yatim dan meminta bantuan kepada dermawan.
"Penculikan gaya baru tersebut harus dapat dihindari dan masyarakat jangan sampai mau teperdaya dengan bujuk rayu orang yang tidak dikenal," kata pengamat hukum dari Universitas Sumatera Utara, Dr Pedastaren Tarigan, SH, di Medan, Ahad (8/9).
Praktik penculikan dengan cara mengelabui warga, menurut dia, saat ini sangat banyak terjadi di Kota Medan dan beberapa daerah lainnya. Oleh karena itu, katanya, para orang tua jangan terlalu mudah percaya, jika ada orang yang mengaku bisa membantu meringankan perekonomian, dengan cara membawa anak-anak meminta bantuan.
"Ini adalah hanya sebagai tipu muslihat, agar pelaku bisa membawa anak-anak dan selanjutnya dijual kepada orang lain," ujarnya.
Pedastaren menyebutkan, anak-anak yang diculik itu dijual dengan harga senilai Rp 12 juta hingga Rp 15 juta. Bahkan, anak kecil yang diperdagangkan secara bebas tersebut ditampung oleh kelompok mafia dan kemudian dieksploitasi sebagai pengemis atau peminta-minta di persimpangan lampu merah.
Selain itu, anak-anak tersebut juga ada yang dijual ke luar negeri dan diatur oleh sindikat yang sulit dipantau oleh aparat kepolisian.
"Petugas kepolisian harus dapat mengantisipasi pengiriman dan penjualan anak-anak ke luar negeri tersebut. Ini sudah menjadi tugas dan tanggung jawab aparat keamanan," kata Kepala Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) itu.
Sebelumnya, masyarakat Medan menangkap seorang wanita, VK (18), penduduk Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumut, ketika menculik tiga orang anak kecil di Jalan Arief Rahman Hakim Medan, pada Selasa (3/9). Ketiga korban adalah Ricki (9), Fauzi (10) dan Fakruddin (3). Kemudian, tersangka penculik anak itu diboyong ke Mapolsekta Medan Area untuk diperiksa petugas.