REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait pemindahan ibu kota negara Republik Indonesia mengundang keraguan di kalangan akademisi.
“Keseriusan presiden mengenai rencana itu masih dipertanyakan,” kata pakar perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, Ahad (8/9).
Ia menuturkan, isu pemindahan ibu kota RI dari Jakarta ke daerah lain sudah lama diembuskan pemerintah. Hanya, hal itu sampai sekarang menurutnya masih berupa wacana.
Jika pemerintah memang serius, kata Yayat, seyogianya rencana tersebut segera dibawa ke parlemen untuk memperoleh keputusan politisnya. Namun, sebelum itu dilakukan, presiden mesti memiliki argumentasi dan pertimbangan yang benar-benar matang, baik dari sisi ekonomi, politik, maupun sosial budaya.
Presiden juga harus dapat menjelaskan apa risikonya jika ibu kota tidak dipindahkan, juga bagaimana tindak lanjut rencana itu ke depan .“Kalau hanya sekadar berwacana, tanpa ada tindak lanjutnya, semua orang juga bisa,” ujarnya.
Oleh karena itu, pemerintah harus sudah mempunyai pemikiran soal bagaimana membuat konsep perkotaan yang modern sebelum memindahkan ibu kota negara. Jangan sampai, kata Yayat lagi, pusat pemerintahan yang baru malah lebih amburadul dari Jakarta.
“Jadi, tim yang sudah dibentuk presiden harus benar-benar berfungsi untuk merumuskan konsep ibu kota baru yang akan dibangun nantinya. Jangan hanya melemparkan wacana,”
Ia berpendapat, DKI Jakarta sebenarnya masih layak menjadi ibu kota RI. Alasannya, kota ini sudah memiliki masterplan alias rencana tata ruang kota yang mantap untuk 20 tahun ke depan. Termasuk juga rencana strategis terkait pengembangan wilayah urban DKI dan kota-kota satelit di sekitarnya yang dikenal dengan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi).
“Kendati demikian, perlu ‘tangan kuat’ untuk menjalankan masterplan tersebut,” akunya.
Empat tahun lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ternyata diam-diam telah memikirkan kemungkinan Indonesia untuk membangun pusat pemerintahan yang baru di luar Jakarta.
Bahkan, ia sudah membentuk tim kecil untuk mulai memikirkan kemungkinan tersebut. Rencananya, pusat ekonomi, perdagangan, dan lain-lain tetap di Jakarta. “Sementara pusat pemerintahan kita pindahkan ke tempat yang lain,” katanya dalam keterangan resmi, Sabtu (7/9).
Wacana itu pun sempat mencuat ke permukaan, namun SBY tetap diam. Alasannya, karena takut didebat atau disalahkan. “Sebaliknya kalau saya mengatakan tidak perlu kita memikirkan pusat pemerintahan yang baru, tetap disalahkan juga,” lanjutnya.
Ia mengaku memikirkan bagaimana kondisi Jakarta 30 tahun mendatang. Karenanya, SBY pun bakal menyerahkan kepada presiden selanjutnya untuk memikirkan ibu kota baru selain Jakarta.
“Kalau memang secara ekonomi kita sudah kuat, pertumbuhan, GDP, income per kapita, kemudian kalau memang tidak ada solusi yang baik untuk mengatasi masalah Jakarta dan ada urgensi yang tidak bisa ditunda-tunda lagi, tidak keliru kalau kita memikirkan suatu tempat yang kita bangun menjadi pusat pemerintahan yang baru” paparnya.