REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Ribuan aset tanah Pemerintah Kota Surabaya yang belum terinventarisir berpotensi hilang. Perlu upaya penelusuran sejarah lahan agar kepemilikannya tidak lagi diklaim sebagai aset perorangan.
Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini mengatakan, pihaknya tengah gencar menggali bukti-bukti sejarah tanah tersebut. Menurut dia, banyak aset yang kini beralih fungsi dan tidak memberikan kontribusi layak.
"Saya tidak tahu pasti, tapi bukan hanya ribuan, bahkan ratusan ribu," kata Risma di ruang kantornya, Gedung Balaikota Surabaya, Kamis (5/9).
Dia menjelaskan, aset itu awalnya hanya sepetak tanah, kemudian dididirkan bangunan orang yang menempati. Namun karena kepemilikannya tidak diperjelas, akhirnya pihak tersebut mengklaim bangunan dan tanah sebagai hak miliknya.
Persoalan itu bukan hanya terjadi di kawasan pemukiman masyarakat. Risma menyebutkan, banyak bangunan bertingkat seperti Hotel Bumi, Hotel Shangrila, BRI Tower, Gelora Pancasila, Gedung PDAM Surya Sembada dan Taman Remaja Surabaya yang merupakan asetnya.
"Tapi karena MOU-nya saat itu lemah, akhirnya keberadaan aset itu justru tidak menguntungkan Pemkot Surabaya," ujarnya.
Dalam perjanjian itu disebutkan, setelah masa sewa lahan selesai, tidak ada kepastian bagaimana kelanjutannya. Bahkan, kata Risma, saat pihaknya menagih inventarisir bangunan, penyewa tidak mau menyerahkan gedung tersebut.
Menurut dia, dalam perjanjian pun memang tidak ada ketentuan itu, namu kalau tidak diurus, maka bangunan serta tanahnya suatu saat nanti akan kembali diklaim milik perorangan. Akibatnya daya tawar terhadap aset rendah.
"Langkah yang dilakukannya saat ini adalah sertifikasi lahan, serta mengevaluasi perjanjian per lima tahun sekali," katanya.
Hingga saat ini, hanya ada sekitar 54 persen aset Pemkot Surabaya yang baru disertifikasi. Dia membantah bila perihal aset ini dinilai mengungkit persoalan lalu. Alasanya, aset pemerintah yang ditempati pihak swasta harus punya kontribusi sehingga perlu diselamatkan.