REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Total anggaran untuk pelaksanaan pemilu 2014 terbilang sangat besar. Persiapan penyelenggaraan pemilu pada 2013 dianggarkan sebanyak Rp 14.8 triliun. Sedangkan untuk tahun 2014, pemerintah menganggarkan Rp 17 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Namun, angka dengan nilai cukup fantastis itu masih justru menghambat pelaksanaan tahapan pemilu. Lantaran realisasi anggaran cenderung lambat. Komisioner KPU Arief Budiman mengatakan, dari keseluruhan anggaran, sebanyak 63 persen digunakan untuk pembiayaan honorarium penyelenggara pemilu yang bersifat ad-hoc. Seperti honor panitia pemungutan suara (PPS), panitia pemilih kecamatan (PPK), dan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).
Untuk logistik pemilu, KPU mengalokasikan 24 persen anggaran. Sementara sisanya untuk keperluan rutin KPU dari pusat hingga kabupaten/kota.Arief menyontohkan, pada 2013 ini, dari Rp 14.8 triliun, yang dikelola KPU pusat hanya Rp 1.8 triliun. KPU provinsi sebanyak Rp 923 miliar, dan KPU kabupaten/kota Rp 3.3 triliun. Sementara untuk PPK dianggarkan Rp 556 miliar, PPS sebesar Rp 2.3 triliun, dan KPPS mencapai Rp 5.2 triliun.
"Jadi porsi anggaran itu sangat besar disedot untuk pembiayaan penyelenggara yang secara nasional jumlahnya mencapai 4 juta orang lebih.Kalau anggaran untuk penyelenggara terhambat, maka tahapan juga terhambat," ujar Arief di Hotel Sahid, Jakarta, Selasa (3/9).
Karena itu, lanjut Arief, tertahannya anggaran atau permintaan revisi anggaran yang tidak direspon baik oleh instansi terkait seperti Kementerian Keuangan menjadi persoalan tersendiri. Misalnya, hingga saat ini permintaan revisi anggaran untuk pembayaran honor operator sistem informasi daftar pemilih (sidalih) belum direspon Dirjen Anggaran Kemenkeu.
"Saya terus terang agak miris. Saya berharap mereka (Dirjen Anggaran Kemenkeu) pahami tiga hal, komposisi anggaran, kegiatan, dan tahapan pemilu," jelasnya.
Kementerian Keuangan, lanjut Arief, seharusnya mengerti komposisi penggunaan anggaran pemilu seperti apa. Mengetahui bahwa lebih dari setengah total anggaran digunakan untuk kepentingan penyelenggara. Kemudian, mengetahui kegiatan yang dilakukan KPU. Bila lembaga atau kementerian lain tidak memerlukan anggaran untuk sosialisasi, hal yang sama tak berlaku bagi KPU. Karena sosialisasi harus dilakukan KPU mengingat tahapan pemilu sangat banyak dan panjang.