REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG -- Beberapa perusahaan investasi ilegal diduga memanfaatkan sertifikat dari Majelis Ulama Indonesia untuk meyakinkan konsumen, kata Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis, di Tanjungpinang, Jumat (30/8).
"Ada beberapa kasus terkait permasalahan investasi ilegal yang unik. Perusahaan-perusahaan itu tidak memiliki ijin dari pemerintah, tetapi mendapat sertifikat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI)," tambahnya.
Menurut dia, perusahaan investasi ilegal mendapat sertifikat dari MUI. Hal itu yang menimbulkan opini di publik bahwa seolah-olah perusahaan investasi itu dilegalkan MUI, meski tidak memiliki ijin dari pemerintah.
"MUI juga akan kami panggil terkait beberapa kasus investasi bodong, karena lembaga itu memberi sertifikat," ujarnya.
Perusahaan investasi ilegal juga mengampanyekan menggunakan cara syariah untuk menarik nasabah, tetapi dalam pelaksanaannya banyak nasabah yang kehilangan uang yang diinvestasikan.
Menurutnya, cara-cara seperti ini justru sangat berbahaya, karena membawa-bawa syariah Islam, tetapi dalam pelaksanaannya tidak memiliki ijin.
"Hal itu menyebabkan kerugian bagi nasabah. Uang nasabah yang ditilap bukan miliaran, melainkan hingga triliunan rupiah," ungkapnya.
Harry mengungkapkan, saat ini Komisi XI DPR menangani laporan dari nasabah PT Gold Bullion Indonesia (GBI). Perusahaan yang bergerak di bidang investasi emas itu dilaporkan sekitar 1.200 orang nasabahnya yang merasa dirugikan sebesar Rp1,2 triliun.
"Permasalahan ini juga sedang ditangani Otoritas Jasa Keungan. Perusahaan ini tidak memiliki ijin dalam melaksanakan usahanya," ungkapnya.
Ia mengimbau masyarakat berhati-hati dalam berinvestasi. Masyarakat berhak mengetahui apakah perusahaan yang bersangkutan memiliki ijin pemerintah atau tidak.
"Kami yakin masyarakat cerdas memilih tempat investasi yang baik untuk dirinya. Jangan tergoda dengan investasi yang tidak memiliki ijin, meski perusahaan itu mengikuti cara syariah atau mendapat restu dari MUI," katanya.