Sabtu 31 Aug 2013 07:49 WIB

IPB Berusaha Menjawab Krisis Pangan

Rep: Fuji Pratiwi/c20/ Red: Heri Ruslan
Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB)
Foto: antara
Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Di usia ke-50, tahun ini Institut Pertanian Bogor (IPB) berusaha menjawab tantangan masalah pangan dengan mengarusutamakan pertanian dalam pengambilan kebijakan pembangunan.

Ketua Panitia Dies Natalis IPB ke 50, Meika Syahbana Rusli, mengatakan pemilihan tema Pengarusutamaan Pertanian dalam Pembangunan Berkelanjutan ini untuk menjawab tantangan krisis pangan yang saat ini sedang terjadi.

3 September mendatang dalam forum Universitas Pertanian Tropis se Asia Pasifik, akan ada memorandum Bogor. Memorandum itu akan berkaitan dengan Food Security and Better Quality of Life. Salah satu poin akan menyinggung tentang pertanian.

Tema dan acara yang akan dihelat dalam rangkaian kegiatan ulang tahun emas IPB dinilai Meika sebagai bentuk kepeduliaan IPB agar manfaat lingkungan bisa berlanjut, tidak dihabiskan saat ini.

''Pertanian harus jadi play maker. Sayangya, kebijakan pertanian tidak didukung kebijakan lintas sektor lainnya,'' ungkap Direktur PT Bogor Life Science and Technology (PT BSLT) itu.

Negeri ini, kata Meika, perlu kebijakan tata ruang yang pro pertanian. Harus ada lahan abadi pertanian. Isu ini sudah bergulir di DPR agar bisa jadi undang-undang. Namun, program legislasi dewan yang belum tinggi membuat undang-undang ini belum selesai.

IPB juga menilai kebijakan perdagangan yang memproteksi produk lokal juga masih rendah. IPB pernah mengangkat isu buah lokal.

Namun, buah impor dibiarkan banjir di pasar lokal. Upaya pemerintah juga belum optimal dalame menjaga harga buah petani lokal.

Kebijakan keuangan terutama kredit petani juga masih menyulitkan. Bank nasional yang sumber dananya dari masyarakat paling besar dikucurkan di sektor properti. ''Ini ketidakadilan. Petani diberi kredit sedikit dengan bunga tinggi,'' tegas Meika.

Infrastruktur dan tata ruang yang kurang tertata juga membengkakkan ongkos petani menjual hasil tanamnya. Transportasi Indonesia yang tidak massal membuat biaya angkut menjadi mahal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement