Jumat 30 Aug 2013 15:33 WIB

Satu Pesan Soeharto kepada Habibie

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Mansyur Faqih
Mantan Presiden, BJ Habibie.
Foto: Antara/Agus Bebeng
Mantan Presiden, BJ Habibie.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BJ Habibie mengisahkan perjalanan hidupnya ketika menjadi orang kepercayaan presiden RI kedua. Sekembali dari Jerman pada 1974, ia langsung menghadap orang paling berkuasa di Indonesia itu.

Soeharto yang paham dengan kemampuan Habibie, meminta pria yang meraih gelar doktor enginerring jebolan Achen, Jerman pada usia 28 tahun itu untuk membuat industri strategis. Habibie yang mengaku bisa merancang pesawat, kereta api, dan kapal itu menyanggupi permintaan Soeharto.

Penguasa Orde Baru tersebut lantas bertanya, butuh berapa tahun bagi Habibie untuk menciptakan pesawat. Ia menargetkan bisa membuat pesawat rintisan pesawat CN-235 dalam waktu 10 tahun. Mendanai proyek besar itu, Soeharto menjamin Habibie dananya sudah tersedia dari keuntungan Pertamina yang menikmati melonjaknya harga minyak dunia.

Ia masih ingat, Soeharto memintanya fokus bekerja dan tidak usah terlibat kegiatan di luar kapasitasnya. "Pesan Pak Harto hanya satu, jangan membuat revolusi. Rakyat Indonesia itu tidak neko-neko, yang neko-neko itu pimpinannya," kata Habibie menirukan Soeharto di Jakarta Selatan, Kamis (29/8) malam. 

Habibie menyatakan, mau menuruti gagasan Soeharto lantaran sesuai dengan cita-citanya yang menginginkan Indonesia bisa menjadi negara maju dan masyarakatnya hidup sejahtera. Kebijakan Soeharto yang ingin membangun industri strategis itu juga atas dasar pemikiran Soekarno. Kedua mantan presiden itu, kata Habibie, punya kepedulian yang sama ingin menjadikan bangsa Indonesia disegani negara tetangga dan dunia. 

"Saya ke Jerman karena terdorong propaganda Soekarno yang ingin membangun Nusantara. Dan saya didukung penuh Soeharto untuk memajukan Indonesia," akunya.

Karena sibuk bekerja siang malam demi memenuhi janjinya kepada bangsa ini, ia tidak pernah memikirkan jabatan. Namun, entah dinilai bagus oleh Soeharto, sejak 1978 hingga Maret 1998, ia diberi kepercayaan menjadi menteri riset dan teknologi. Padahal ketika itu, Soeharto tidak segan-segan mencopot seorang menteri, meski hanya dua tahun menjabat lantaran kinerjanya tidak beres. 

Ditunjuk sebagai wapres dan presiden, hal itu juga tidak pernah terbayangkan olehnya. Lantaran dalam otaknya yang ada hanya menyelesaikan pekerjaan dan memikirkan istri beserta dua anaknya. "Saya tidak pernah menginginkan jabatan dan jadi presiden. Pak Harto yang tahu kinerja saya. Kalau saya brengsek, saya tidak masalah dicopot," kata Habibie. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement