REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Center of Democracy Election and Constitution (Correct), Refly Harun mengatakan, para pejabat negara yang mengikuti konvensi capres Partai Demokrat mesti mundur dari posisinya.
Hal ini penting untuk menghindari penyalahgunaan fasilitas negara demi kepentingan pribadi. "Kalau mereka punya malu mestinya mundur," kata Refly ketika dihubungi Republika, Kamis (29/8).
Ia menyatakan, pejabat negara di Indonesia bisa dikategorikan menjadi dua kelompok. Pertama pejabat negara yang mendapat jabatan karena alasan politik. Misalnya menteri, anggota DPR, ketua DPR, ketua DPD. Kedua, pejabat negara yang menduduki jabatan karena karier atau alasan nonpolitik.
Misalnya pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Dalam konteks itu, Refly berpendapat pejabat yang menduduki jabatan karena alasan politik masih bisa ditoleransi bila ingin mengikuti konvensi.
Namun bagi kelompok kedua, sebaiknya menghindari aktifitas politik praktis seperti konvensi. "Alasannya mereka menduduki posisi yang mesti terbebas dari kepentingan politik," ujar Refly.
Namun, bukan berarti mereka yang menduduki jabatan politik bisa sesuka hati menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik pribadi. Refly mengingatkan agar mereka menghindari penggunaan fasilitas negara untuk berkampanye. "Semua pejabat publik banyak menggunakan institusinya untuk popolaritas pribadi," katanya.
Para pejabat publik semestinya memiliki kesadaran etika akan posisi yang didudukinya. Apalagi keterlibatan dalam politik praktis akan menciptakan konflik kepentingan dalam diri para pejabat. "Pejabat negara mestinya memberi contoh soal etika yang baik ke publik," ujarnya.