REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menargetkan penggantian solar impor sebesar 100.000 barel per hari dengan bahan nabati mulai berjalan September 2013.
Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Rida Mulyana di Jakarta, Rabu (28/8) mengatakan, Peraturan Menteri ESDM yang mewajibkan pemanfaatan bahan bakar nabati akan segera terbit. "Hari ini rencananya ditandatangani Menteri ESDM dan diharapkan mulai berlaku pekan depan," katanya.
Menurut dia, permen berisi kewajiban pencampuran solar dengan bahan nabati minimal 10 persen. Dengan kewajiban tersebut, maka setiap 1 liter solar terdiri dari 0,9 liter solar murni dan 0,1 liter bahan nabati. "Kewajiban ini berlaku bagi semua solar baik subsidi maupun nonsubsidi," katanya.
Dengan demikian, lanjutnya, semua pengguna solar seperti PT Pertamina, PT PLN, industri seperti PT Freeport Indonesia, dan badan usaha penyalur BBM nonsubsidi antara lain PT Shell Indonesia dan PT AKR Tbk wajib mencampurnya dengan 10 persen nabati.
Rida menambahkan, saat ini, konsumsi solar nasional mencapai 34 juta kiloliter per tahun yang terdiri dari subsidi 17 juta kiloliter dan nonsubsidi juga 17 juta kiloliter. "Kalau 10 persennya menggunakan bahan nabati, berarti 3,4 juta kiloliter solar diganti nabati," katanya.
Namun, tambahnya, pemerintah menargetkan substitusi solar bisa lebih besar yakni 5,7 juta kiloliter per tahun atau sesuai kapasitas terpasang nasional pabrik pembuat bahan nabatinya.
Menurut dia, memang pada 2012 tingkat produksi bahan nabati hanya 2,2 juta kiloliter yang dialokasikan ke dalam negeri 670 ribu dan 1,53 juta kiloliter diekspor.
Akan tetapi, peningkatan produksi pabrik bisa segera dilakukan mengingat sudah tersedianya mulai bahan baku, infrastruktur hingga pasarnya. "Harganya pun tidak masalah. Apalagi, harga ekspornya sekarang sedang turun," katanya.