Rabu 28 Aug 2013 17:02 WIB

Panen Petani Trimurjo Turun 50 Persen

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Djibril Muhammad
Petani
Foto: antara
Petani

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Cuaca tidak menentu dan serangan penyakit, membuat panen padi petani di Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, menurun hingga 50 persen dari musim tanam pertama.

Petani juga khawatir pada musim tanam ketiga ini, semakin anjlok panennya lantaran telah memasuki musim kemarau.

Pemantauan Republika di lumbung padi Kecamatan Trimurjo, Lampung Tengah, Rabu (28/8), para petani masih berusaha memanen padinya yang lahannya sudah mongering, karena musim panas.

Musim panen pada musim tanam kedua, Mei-Agustus 2013 ini, tanaman padi petani terserang penyakit batang, karena kondisi cuaca sebelumnya masih tidak menentu.

Petani mengungkapkan tanaman padi petani di sawah menyerang di bagian potong leher dan kresek. Potong leher adalah serangan jamur terhadap batang padi. Penyakit ini mengakibatkan batang padi lama kelamaan akan membusuk dan rusak.

Tak berbeda dengan potong leher, penyakit kresek juga menyerang batang padi hingga mengakibatkan kemerah-merahan. Bedanya, penyakit ini membuat padi menjadi tak terisi atau kosong. Meski dari luar tampak baik.

Menurut Suradi, petani di Desa Purwodadi, Trimurjo, penyakit ini sebelumnya tidak pernah diprediksi. Padahal, petani telah melakukan pemupukan dan penyemprotan secara normal. "Butir padinya bagus, tapi isinya kosong melompok. Jadi, hasil panen tahun ini merosot separuh dari sebelumnya," ungkapnya.

Ia menyatakan tahun lalu penyakit kresek pernah menyerang tanaman padi, namun tidak separah pada musim tanam kedua ini. Saat ini, petani terpaksa memanen padinya meski banyak butir padinya yang kosong-melompong.

Dalam hitungannya, penurunan hasil panen musim tanam kedua tahun  ini, hanya menghasilkan tiga tahon untuk tiga perempat hektare, biasanya luas sawah sebesar itu dapat menghasilkan gabah sebanyak enam ton pada musim tanam pertama Januari-April 2013.

Selain anjloknya panen padi, para petani juga mengalami masalah saat memamen buah padi yang sudah tua tersebut. Sawah petani yang terairi irigasi warisan Belanda ini, masih kekurangan tenaga kerja untuk memanen padinya. "Cari orang untuk bantu memanen susah habis lebaran ini," tutur Warto, petani lainnya.

Sawah seluas satu hektare milik Warto ini, terpaksa ia panen sendiri dengan mengundang saudaranya di daerah lain. Meski musim tanam kedua tahun ini diakui sejumlah petani mengalami penurunan hasil panen dari musim sebelumnya akibat serangan penyakit, namun harga gabah tetap stabil Rp 3.500 per kilogram.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement