Senin 26 Aug 2013 16:11 WIB

Menteri PDT: Waspada Gerakan yang Merongrong Pancasila

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Djibril Muhammad
Helmy Faisal
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Helmy Faisal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Helmy Faishal Zaini mengingatkan perlunya waspada terhadap gerakan-gerakan yang ingin merongrong Pancasila sebagai dasar negara.

"Mereka yang anti Pancasila bahkan menganggap Pancasila sebagai produk kafir padahal sikap tersebut malah merupakan pendangkalan dari nilai-nilai agama itu sendiri," katanya usai menerima gelar doctor honoris causa di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, Senin, (26/8).

Radikalisme dan anarkisme yang mengatasnamakan agama, ujar Helmy, telah ada sejak lama. Salah satunya bersumber pada pendangkalan pemahaman agama Islam.

Pendangkalan itu, kata Helmy, terjadi karena para pelaku tindakan radikal dan anarkis tidak terdidik dengan baik dalam lembaga pendidikan Islam. Akibat tindakan mereka, Islam dan Indonesia menjadi korban dari perbuatan yang tidak mulia.

Pendangkalan terhadap nilai-nilai Islam yang dilakukan oleh kelompok radikal, ujar Helmy, antara lain pembakaran tempat ibadah maupun tragedi bom Bali, dan bom di Hotel JW Marriot. "Sikap semacam itu sungguh mengherankan, apalagi mengatasnamakan jihad," ujarnya.

Banyaknya peristiwa semacam itu, Helmy menerangkan, menjadi tantangan berat bagi pendidikan Islam untuk memberikan edukasi tentang makna jihad sesungguhnya.

Jihad yang dilakukan kelompok radikal dengan melakukan pengeboman jauh berbeda dengan resolusi jihad yang dikobarkan KH Hasyim Asy'ari, Soekarno-Hatta, bahkan Rasulullah SAW.

"Islam merupakan agama yang ramah, bukan agama yang marah. Allah SWT juga mengutus Nabi Muhammad untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam," kata Helmy.

Maka, ujar Helmy, tidak benar melakukan jihad dengan pengeboman yang menyakiti orang lain. Bisa saja hal itu merupakan bagian dari upaya kelompok-kelompok transnasional yang tidak ingin Indonesia menjadi negara yang hidup rukun, makmur, dan sejahtera.

Kelompok transnasional tersebut, Helmy menerangkan, tidak menghendaki Islam menjadi faktor pemersatu yang memimpin dengan cara moderat dan toleran sesuai makna ajaran Islam.

Namun memang hal ini sudah diramalkan dalam buku 'The Clash of Civilization' yang terbit 1996, pascaperang dingin akan terjadi benturan peradaban Barat (White Anglo Saxon Protestan) dengan Peradaban Timur (Islam dan Konfusianisme).

Agar bangsa ini tidak terjebak dalam konflik semacam itu, lanjut Helmy, Indonesia harus kembali pada ajaran sesama umat Islam adalah bersaudara. Selain itu juga mengembangkan persaudaraan antar sesama bangsa dan umat manusia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement