Jumat 23 Aug 2013 17:36 WIB

Relokasi PKL Tanah Abang Bentuk Reformasi Agraria Konteks Perkotaan

 Petugas PD Pasar Jaya menyerahkan kunci kios kepada para PKL di Pasar Tanah Abang Blok G, Jakarta Pusat, Jumat (23/8). (Republika/Prayogi)
Petugas PD Pasar Jaya menyerahkan kunci kios kepada para PKL di Pasar Tanah Abang Blok G, Jakarta Pusat, Jumat (23/8). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Keberhasilan Pemprov DKI Jakarta -- Jokowi dan Ahok -- serta Wali Kota Jakarta Pusat merelokasi PKL Tanah Abang ke Blok G mendapat apresiasi.

Calon anggota DPD RI dari DKI Jakarta, Rommy mengatakan, keberhasilan itu bisa diterapkan untuk menangani persoalan-persoalan penggunaan tanah milik negara.

"Ini adalah bentuk reformasi agraria konteks perkotaan,''  ujar Rommy, Jumat (23/8), mengutip ekonom asal Peru Hernando De Soto.

Menurut Rommy, upaya Jokowi-Ahok terkait keberhasilan merelokasi PKL di Tanah Abang merupakan pencapaian yang luar biasa.

''Pertama, dengan menggunakan pendekatan informal (dialog dengan pedagang, bincang-bincang sambil santap bersama), dan di saat yang sama juga menggunakan pendekatan formal (penegakan aturan disertai dengan pengerahan satpol PP),'' tutur Rommy.

Menurut dia, memang agak dilematis jika hanya menggunakan pendekatan kultural. Sebab, kata dia,  ada oknum aparat dan preman yang bermain.

''Karena itu, saya menilai pendekatan formal juga  wajar dilakukan untuk mendidik masyarakat juga agar taat aturan. Kalau pemimpin bisa jadi teladan, pasti rakyat manut. Dan terbukti kombinasi dua pendekatan tersebut menuai sukses,'' ungkap Rommy.

Selain itu, kata dia, Pemprov DKI Jakarta berhasil merevitalisasi Blok G dengan menyediakan infrastruktur gedung yang baik bagi PKL yang bertujuan keuntungan bersama/mutual benefit, baik itu bagi pemerintah maupun pedagang.

''Insentif yang diberikan bagi pedagang menguntungkan, ada kontrak sewa-menyewa yang jelas untuk menjamin tidak ada masalah dimasa depan meskipun pemerintahan berganti."

 

Lalu, tutur Rommy, bagi pemerintah sendiri, belanja untuk merevitalisasi Blok G dan relokasi PKL di tanah ilegal pun merupakan investasi. ''Berarti kan ada pemasukan pajak/retribusi daerah. Coba kalo diserahin ke preman terus? apa republik ini mau bebas aturan? kan nggak," cetusnya.

Pada dasarnya, kata dia, Jakarta sebagai ibu kota, selama ini semrawut karena macet atau karena PKL yang tak beraturan telah menjadi wajah Indonesia.

"Jika ada tata kelola yang baik semacam ini, ini menunjukkan bahwa kita itu sebenarnya mampu. Tapi kadangkala banyak ngak maunya aja. Dengan adanya good wil dari semua pihak dan adanya kesungguhan untuk kemasalahatan bagi semua pihak, kita pasti bisa maju bersama,'' tegas Rommy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement