Jumat 23 Aug 2013 18:08 WIB

Eksportir Kopi Masih Tunggu Kondisi Rupiah

Pedagang mengambil kopi untuk ditimbang di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (14/2). (Republika/Wihdan Hidayat)
Pedagang mengambil kopi untuk ditimbang di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (14/2). (Republika/Wihdan Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Eksportir di Provinsi Aceh belum menaikkan harga kopi Arabika asal Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah karena masih menunggu kebijakan pemerintah mengenai nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Sekretaris koperasi pedagang kopi "Ketiara" Jamaluddin saat dihubungi di Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Jumat (23/8) menyatakan meskipun nilai rupiah terhadap dolar AS semakin rendah, tapi harga kopi Arabika kualitas ekspor masih stabil, bahkan harganya masih rendah.

Ia menyatakan, eksportir belum berani menaikkan harga karena disamping masih menunggu kebijakan pemerintah, juga persediaan komoditas yang ada kualitasnya kurang bagus dan stoknya terbatas.

Jamaluddin menilai, bila kondisi rupiah terus merosot terhadap rupiah, tidak menutup kemungkinan eksportir akan menaikkan harga kopi Arabika asal dataran tinggi Gayo itu.

"Jadi, saya kira eksportir sekarang masih menunggu kebijakan pemerintah bagaimana menstabilkan rupiah melalui negara pembayaran. Kalau terus merosot, maka bisa saja harga kopi naik, karena pembayaran dengan dolar," katanya.

Menurut dia, kenaikan nilai dolar terhadap rupiah di satu sisi menguntungkan petani kopi, tapi di sisi lain, tidak baik terhadap perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

Jamaluddin menyatakan, harga biji kopi Arabika di tingkat petani sekarang ini masih rendah, yakni untuk biji gelondongan Rp 3.000 per kilogram, meskipun hasil panennya sedikit.

Disebutkan, produksi kopi yang ada sekarang ini, merupakan buah-buah terakhir, sehingga kualitasnya kurang bagus, yang akhirnya berdampak pada harga rendah.

Ia menyebutkan, musim panen besar dan pertama diperkirakan pada Oktober 2013. Pada saat itu, harga biji gelondongan bisa naik menjadi Rp5.500 per Kg.

Jamaluddin menyatakan, masih rendahnya harga kopi juga dipengaruhi dengan turunnya harga pasaran kopi internasional yakni dari 122 sen menjadi 114 sen, karena produksi di negara produsen cukup banyak.

Sementara, stok kopi redi di gudang pengmpul di Aceh Tengah dan Bener Meriah juga terbatas rata-rata hanya ada 2 ton/gudang, katanya.

Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah merupakan daerah penghasil kopi Arabika terbesar di Aceh dan hampir 90 persen produksinya diekspor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement