Jumat 23 Aug 2013 14:46 WIB

ICIS: Indonesia Bisa Jadi Penengah Konflik Mesir

  Ribuan massa dari Komite Nasional Untuk Kemanusiaan dan Demokrasi Mesir (KNKDM) bersama seluruh elemen masyarakat menggelar aksi damai mengutuk pembantaian warga sipil di Mesir di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin (19/8). (Republika/Agung Supriyanto)
Ribuan massa dari Komite Nasional Untuk Kemanusiaan dan Demokrasi Mesir (KNKDM) bersama seluruh elemen masyarakat menggelar aksi damai mengutuk pembantaian warga sipil di Mesir di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin (19/8). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID,  DEPOK -- Indonesia bisa menjadi penengah konflik yang terjadi di Mesir, demikian menurut Wakil Ketua "International Conference of Islamic Scholars" (ICIS) Arif Zamhari.

"Indonesia tak punya kepentingan di Mesir, jadi bisa masuk menjadi penengah," kata Arif Zamhari di Depok, Jabar, Jumat (23/8).

Ia mengatakan Indonesia sangat berpeluang menjadi penengah dalam masalah Mesir. Sebenarnya karakter negara Mesir sulit menerima masukan dari negara asing karena memiliki dampak geo politik maupun ekonomi dalam negeri.

"Mesir susah menerima masukan dari asing, sebab semuanya punya dampak kepentingan. Salah satunya yang bisa, adalah negara yang tak punya kepentingan seperti Indonesia," tegasnya.

Arif mengatakan secara tegas mengutuk cara-cara kekerasan aparat keamanan Mesir terhadap demonstran damai. "Semua pihak harusnya bisa menahan diri agar tidak banyak jatuh korban jiwa lagi," ujarnya.

Menurut dia harus ada pihak yang mampu meyakinkan militer untuk tidak menempuh kekerasan ketika menghadapi unjuk rasa. "Indonesia bisa memainkan peran itu. Sebab, negara Indonesia memiliki pengalaman transisi dari rezim militerisme menuju demokrasi masyarakat sipil," tuturnya.

Dikatakannya transisi demokrasi di Indonesia terbukti berhasil dan relatif tidak menimbulkan konflik yang berarti. Bahkan, Indonesia juga punya pengalaman membantu proses transisi demokrasi di Myanmar.

Dia menilai, dalam membentuk pemerintahan transisi sebaiknya melibatkan sebanyak mungkin masyarakat sipil. Bahkan, termasuk kalangan Ikhwanul Muslimin sekalipun mereka bukan satu satunya komponen dari pemerintahan transisi itu.

"Masyarakat Mesir sendirilah yang menentukan nasibnya sendiri, jadi perlu diperhatikan, dalam membentuk pemerintahan yang harus melibatkan banyak komponen," jelasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement