REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai adanya kerawanan dalam pembahasan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, melihat potensi korupsi dalam perencanaan dan penyusunan APBN itu. Hal ini berkaitan dengan wewenang DPR/DPRD dan Badan Anggaran (Banggar) dalam budgeting dan fungsi pengawasannya.
"Pembahasan ini seringkali dilaksanakan secara tertutup," kata Bambang, saat memberikan keterangan dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (21/8). Apalagi, ia mengatakan, dewan mempunyai kewenangan yang besar terkait masalah anggaran.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 27/2009 tentang MPR, DPR, dan DPRD, serta UU Nomor 17/2003 tentang keuangan negara.Bambang mengatakan, pembahasan yang dilakukan secara tertutup mengakibatkan proses perencanaan dan penyusunan APBN sulit untuk diawasi.
Dari hasil studi selama ini, ia juga melihat kewenangan yang besar dalam urusan anggaran mengakibatkan fungsi pengawasan yang tidak terkendali. Ia melihat peran pengawasan Badan Kehormatan dan fraksi tidak bekerja secara optimal.
Padahal dewan mempunyai wewenang melakukan pembahasan rencana anggaran terperinci sampai satuan tiga, yaitu menyetujui APBN. Mulai dari unit organisasi, fungsi program, kegiatan, hingga jenis belanja dalam pengeluaran keuangan negara.
Dari kasus yang ditangani KPK selama ini, Bambang mengatakan, 38 perkara berkaitan dengan penyalahgunaan anggaran dengan pelaku anggota dewan. Jumlah itu menduduki peringkat tiga besar dalam kasus yang ditangani lembaga anti-korupsi itu.
Ia mencotohkan kasus yang menjerat M Nazaruddin, Zulkarnaen Djabar, Wa Ode Nurhayati, dan Angelina Sondakh yang notabene merupakan anggota Banggar DPR.
Keempatnya sudah dinyatakan bersalah dalam kasus tindak pidana korupsi.Bambang juga mengatakan ada potensi konflik kepentingan dalam pembahasan dan penyusunan APBN. Alasannya, menurut dia, tidak adanya pemisah antara fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan di dewan. Inilah yang menimbulkan kerawanan terjadinya korupsi.
"Sehingga acap kali anggota DPR itu mempunyai peluang besar menentukan sendiri siapa yang menerima proyek pemerintah dan siapa yang menjadi kontraktornya," kata dia.