REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pelaksanaan eksekusi tanah seluas 7,15 are di Jalan Pulau Saelus, Denpasar, Selasa (20/8) berlangsung rusuh. Kerusuhan terjadi karena termohon eksekusi, dr Hadris Prasetya, melakukan perlawanan.
Kuasa hukum termohon, Daniar Trisasongko SH MHum, menjelaskan kliennya melakukan perlawanan karena objek yang akan dieksekusi tidak jelas alias salah objek atau "error in objecto".
"Bagaimana mungkin eksekusi bisa dilaksanakan kalau objeknya keliru. Masa kan proses eksekusi harus mengukur dulu," kata Daniar.
Eksekusi tanah seluas lebih dari 700 meter persegi dilakukan PN Denpasar sesuai dengan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung tertanggal 26 Mei 2011. Eksekusi diawali sengketa kepemilikan tanah antara termohon dr Handrs Prasetya melawan pemohon Putu Yudistira.
Pemohon memegang bukti kepemilikan tanah tersebut berupa sertifikat hak milik nomor 7359 yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN)Denpasar tahun 2002, melalui konversi atas alas hak pipil nomor 27, Persil 4 klas I.
Sedangkan termohon eksekusi Nyo Giok Han alias Nyo Giok Lan termasuk Handris Prasetya memiliki Pipil nomor 35, Persil Nomor 8 Klas I seluas 2.062 meter persegi yang diterbitkan 1974."Kami tidak bisa menerima eksekusi karena objeknya berbeda, nomor pipil brbeda," kata Daniar.
Menurut Daniar, kepemilikan tanah oleh kliennya dengan pipil nomor 35 dikuatkan oleh putusan PN Denpasar 1974 lalu dan bahkan telah dikuatkan secara hukum oleh lembaga peradilan melalui putusan MA nomor 928 K/Sip/1980.
Oleh MA, Handris Prasetya dinyatakan berhak atas tanah tersebut karena telah menempatinya selama lebih dari 50 tahun. Dalam peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh pemohon, Putu Yudistira, MA kemudian memenangkan pemohon eksekusi.