Senin 19 Aug 2013 23:00 WIB

Indonesia Terus Perjuangkan SVLK

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Djibril Muhammad
Kayu Ilegal
Foto: antara
Kayu Ilegal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kehutanan (Kemenhut) terus mempromosikan Sistem Verivikasi Legalitas Kayu (SVLK) kepada masyarakat dunia.

Dalam kunjungannya ke Peru pekan lalu, Sekjen Kemenhut Hadi Daryanto menilai respon positif telah datang dari negara lain, termasuk anggota masyarakat ekonomi Asia Pasific (APEC). Namun dukungan ini masih perlu dikritisi.

"Karena kita tidak bisa baca juga negara-negara APEC ini punya kepentingan apa," ujarnya di kantor Kemenhut, Senin (19/8).

APEC dikatakan telah mengisolasi Australia dan Amerika Serikat untuk membendung peredaran kayu ilegal. Walaupun kedua negara berkomitmen untuk menghukum importir yang terbukti melakukan pemasukan kayu ilegal. Namun komitmen ini masih bersifat sukarela, belum diatur dalam amandemen.

Gerakan AS, khususnya dinilai sebagai awal penerapan sistem non tarif barrier, agar kayu dari negara berkembang tidak dapat masuk ke AS di masa yang akan datang. 

Sebelumnya kedua negara juga telah mendapatkan protes dari Lembaga Swadaya Masyarakat di bidang lingkungan. Keduanya dituduh tidak mendukung pelestarian lingkungan yang berkelanjutan. Indonesia sendiri menurut Hadi, memandang AS sebagai negara yang memiliki kekuatan untuk melobby yang bagus.

"Makanya, kita dorong agar mereka mengamandemen dengan Lacey Act dan EU dengan VPA," ujar Hadi.

Indonesia juga memandang bahwa AS juga harus mengatur pasarnya dengan kayu-kayu yang bersertifikasi. Tanpa hal ini, akan sulit memerangi ilegal logging dengan totalitas.

Ketua NGO World Growt, Alan Oxley mengatakan bahwa belum ada standard baku mengenai apa yang disebut dengan pembalakan liar. Pihak seperti LSM lingkungan sekalipun, menggunakan  persepsi sendiri mengenai pembalakan liar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement