REPUBLIKA.CO.ID, Kondisi lembaga pemasyarakatan (lapas) Kelas II Ambarawa semakin memprihatinkan. Bahkan kemanan fasilitas negara ini juga kian terancam.
Hal ini disebabkan kondisi fisik infrastruktur ini sudah tidak layak. Karena lapas ini memanfaatkan bangunan eks Benteng Willem I yang didirikan Belanda pada tahun 1838.
Bahkan, tembok lapas ini mampu dijebol hanya dengan menggunakan sebatang tangkai sikat gigi.
Lapas ini juga telah mengalami overload (kelebihan) dalam menampung jumlah tahanan, sementara jumlah petugas sipir yang ada juga sangat terbatas.
Kepala Lapas Kelas II Ambarawa, Dwi Agus mengatakan maraknya kerusuhan di lingkungan lapas membuatnya kian prihatin.
“Daya tampung Lapas hanya 260 narapidana (napi). Namun dipaksakan untuk menampung 282 napi dan tahanan,” jelasnya, di Ungaran, Senin (19/8).
Kekhawatiran lainnya berupa kaburnya para napi karena bangunan lapas yang rapuh dan minimnya penjagaan. Selain itu tidak ada bangunan penghalang untuk mencegah kaburnya narapida.
Ia juga menjelaskan, bangunan bekas benteng Willem I yang saat ini di kuasai Kodam IV/Diponegoro. Masa sewanya akan berakhir sekitar bulan November 2013. Kondisi bangunan yang sudah tua tersebut memudahkan para tahanan untuk kabur. Sebab bangunan ini tidak layak lagi digunakan untuk tahanan.
“Karena tidak memiliki steril area, tembok pengaman serta pos pantau. Jadi ketika napi bisa lolos dari blok, bisa langsung kabur keluar areal Lapas,” tambah Dwi Agus saat menerima kunjungan Bupati Semarang.
Sejauh ini, anggaran perawatan lapas juga sangat minim, hanya Rp 90 juta per tahun. Padahal --jika melihat kondisi fisik bangunan-- idealnya dibutuhkan paling tidak Rp 400 juta per tahun.
Selain itu juga juga kekurangan penjaga. Saat ini satu regu jaga hanya terdiri atas empat orang. Idealnya satu regu terdiri atas sembilan orang.
“Kami berharap Pemerintah Kabupaten Semarang bisa bekerjasama memperhatikan kondisi lapas Ambarawa ini,” tambahnya.
Bupati Semarang, dr H Mundjirin ES SpOG juga mengaku prihatin dengan kondisi Lapas. Apalagi belum lama ini ada yang kabur dengan cara menjebol tembok. Di sisi lain bangun bersejarah tersebut menurut Mundjirin harus dipertahankan karena termasuk benda cagar budaya.
“Kami cukup prihatin, apalagi kata Pak Agus (red; kepala lapas Kelas II Ambarawa), bangunannya bisa dijebol hanya dengan sebatang sikat gigi,” ujar bupati.
Orang nomor satu di Kabupaten Semarang inipun menyampaikan pemikirannya agar bangunan ini dikelola untuk destinasi wisata.
Sebagai gantinya dicarikan lahan baru untuk pengganti bangunan lapas. “Hanya saja, aset dan lahan lapas ini dikuasai oleh Kodam IV/Diponegoro,” lanjut Mundjirin.