Jumat 16 Aug 2013 17:02 WIB

Kutuk Kekerasan di Mesir, Ratusan Muslim Banyumas Turun ke Jalan

 Anak-anak Mesir mengacungkan jari tanda kemenangan saat bergabung dengan aksi unjuk rasa menolak kudeta dan mendukung Presiden Mursi di luar Masjid Rabiah Al Adawiyah, Nasr City, Kairo, Rabu (31/7).   (AP / Khalil Hamra)
Anak-anak Mesir mengacungkan jari tanda kemenangan saat bergabung dengan aksi unjuk rasa menolak kudeta dan mendukung Presiden Mursi di luar Masjid Rabiah Al Adawiyah, Nasr City, Kairo, Rabu (31/7). (AP / Khalil Hamra)

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Sekitar 200 orang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Muslim Banyumas (AMMB) mendesak Pemerintah Republik Indonesia bersikap tegas terhadap tragedi kemanusiaan di Mesir.

Desakan tersebut disampaikan AMMB dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan dengan cara "long march" menyusuri sejumlah ruas jalan di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jumat siang.

"Jika Pemerintah Republik Indonesia melalui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak bersikap tegas terhadap pembantaian di Mesir, ini berarti pemerintah diam-diam memberi dukungan terhadap kudeta rezim militer yang menjungkirbalikkan hasil pemilu demokratis Mesir," kata salah seorang pengunjuk rasa, Muharam Nurdian.

Menurut dia, pembantaian brutal terhadap rakyat sipil Mesir oleh pihak militer dan penguasa baru harus dikutuk oleh dunia karena hal ini merupakan bentuk penodaan nyata terhadap demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).

Ia mengatakan bahwa selama ini, penguasa dan militer Mesir merasa mendapat angin karena sikap lunak banyak negara di dunia. "Pembantaian ini pelanggaran HAM berat yang juga harus direspons oleh komisi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pengadilan kriminal internasional," katanya.

Pengunjuk rasa lainnya, Budi Hermawan mengatakan bahwa sejarah politik Mesir sejak lama menorehkan kekerasan berdarah. Jika hasil pemilu demokratis pasca-Mubarak dibiarkan dinodai lagi, kata dia, tidak akan ada kekuatan yang mampu menegakkan demokrasi dan HAM di Mesir.

Menurut dia, Indonesia sebagai negara muslim demokratis terbesar di dunia sangat ditunggu sikap dan peran konkretnya saat ini.

"Pemerintah Indonesia tidak cukup hanya menyatakan keprihatinan dan seruan penghentian kekerasan bersenjata. Apalagi sikap itu baru sebatas di level Menteri Luar Negeri. Ini persoalan serius, harus level Presiden yang angkat bicara," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement