Senin 12 Aug 2013 07:00 WIB

Pajak Untuk Menjaga Kekayaan Alam

Ditjen Pajak
Foto: Ditjen Pajak
Ditjen Pajak

REPUBLIKA.CO.ID,Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat beraneka ragam dan melimpah. Sebut saja kekayaan di atas permukaan tanah, seperti hutan dengan ragam tumbuhan dan satwa yang hidup di dalamnya.  Belum lagi keragaman hayati di lautan dan di udara, tidak hanya berlimpah, namun terbentang pada area yang sangat luas. Oleh karena itu, menjaga kelestarian keanekaragaman hayati yang kita miliki bukanlah hal yang mudah. Berbagai macam ancaman dan gangguan yang mungkin timbul, baik dari perilaku kita, maupun adanya bencana alam.

Berbagai berita yang menyita perhatian kita akhir-akhir ini menyiratkan betapa banyak pekerjaan rumah yang masih harus kita selesaikan. Bukan hanya tugas pemerintah beserta aparatnya, namun juga seluruh elemen masyarakat. Berita tentang kebakaran hutan misalnya, selain menghabiskan luasan hutan, juga menimbulkan dampak kabut asap yang melanda hingga ke negara tetangga.

Sebuah kejadian yang memalukan bagi Indonesia sekaligus memperburuk citranya di dunia internasional. Untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan sekaligus menjaga keanekaragaman hayati di dalamnya tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Berita lain, masih berkaitan dengan hutan,  adalah tentang illegal logging. Jumlah kasus yang ditangani oleh Kementerian Kehutanan memang menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007, terdapat  478 kasus, dengan 79 kasus diantaranya adalah illegal logging.

Di tahun 2011, jumlah kasus illegal logging berkurang menjadi 59 kasus. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Kehutanan melalui Statistik Kehutanan 2011, total tenaga pengamanan hutan yang terdiri dari Polisi Hutan (Polhut), Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Tenaga Pengamanan Hutan Lainnya (TPHL) berjumlah 9.426 personil di tahun 2007. Pada tahun 2011 jumlah tersebut meningkat menjadi 11.412 personel.

Namun demikian, jumlah sarana dan prasarana pengamanan hutan tidak banyak berubah, bahkan beberapa peralatan berkurang jumlahnya. Speed boat, contohnya, di tahun 2007 berjumlah 114 buah, sedangkan di tahun 2011 jumlahnya berkurang menjadi 71 buah. Motor tempel, di tahun 2007 berjumlah 53 buah dan berkurang menjadi 12 buah di tahun 2011. Dan kenyataannya adalah illegal logging dan maupun perambahan hutan secara umum masih terus terjadi.

Tak kalah mencengangkan adalah berita tentang penjarahan minyak mentah milik Pertamina yang disalurkan melalui pipa jaringannya di seputaran Sumatera Selatan. Pipa yang mengalirkan minyak mentah dari Jambi ke Plaju, Sumatra Selatan dilubangi di banyak tempat untuk dicuri minyaknya. Begitu banyaknya lubang membuat minyak yang dipompakan dari Stasiun Pusat Pemompaan Produksi di Tempino, Jambi tidak pernah sampai ke Plaju.

Menurut Direktur Utama PT Pertamina Gas, Gunung Sardjono Hadi, pada periode 17 Juli hingga 24 Juli sebanyak 19.500 barel minyak yang dialirkan dari Tempino hilang di tengah jalan. Kerugian yang dialami Pertamina mencapai USD 1,95 juta atau sekitar Rp 20 miliar dalam seminggu itu. Setiap tahun kerugian yang dialami Pertamina akibat pencurian minyak luar biasa besarnya. Tahun lalu, kerugian mencapai Rp 350 miliar, dan tahun ini diperkirakan akan lebih tinggi yakni bisa mencapai Rp 400 miliar.

Di daerah perairan Indonesia, sering ditemui pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal-kapal asing.

Pencurian ini disertai dengan penggunaan peralatan yang tidak semestinya, sehingga mengakibatkan kerusakan ekologi laut. Penggunaan bom laut dan jaring pukat harimau adalah dua contoh peralatan yang sering dipakai nelayan asing saat melakukan pencurian. Pengambilan sumber daya lautan secara berlebihan (over fishing) dan melanggar hukum (illegal fishing) menjadi penyumbang turunnya kualitas sumber daya hayati kelautan Indonesia.

Luasnya perairan laut Indonesia, yang mencapai 5.877.879 kilometer persegi menjadi tantangan tersendiri bagi aparat pemerintah yang bertugas untuk menjaga wilayahnya. Aparat Polisi Air, Bea dan Cukai maupun aparat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan harus dibekali dengan kapal patrol yang memadai, baik kualitas maupun kuantitasnya. Saat ini, jumlah kapal pengawas yang sekarang dimiliki oleh masing-masing instansi dirasa masih kurang. Sebagai contoh, jumlah kapal patrol yang dimiliki oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan hanya berjumlah 26 kapal patroli dari kebutuhan ideal sebanyak 80 buah kapal patroli.

Pengamanan kekayaan alam dan keanekaragaman hayati, baik di darat, laut dan udara membutuhkan sarana dan prasarana yang tidak sedikit. Kesemuanya dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Mengingat sumber pendanaan utama APBN berasal dari Pajak, maka peran pajak menjadi sangat vital. Dalam hal ini pajak menjalankan fungsi anggaran atau penerimaan (budgetair), dimana pajak sebagai sumber dana yang digunakan pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran.

Fungsi pajak yang lain adalah fungsi  mengatur (regulerend), dimana pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, untuk meningkatkan daya saing produk lokal, pemerintah dapat mengenakan pajak terhadap barang produk impor. Contoh lainnya berupa pengenaan pajak tinggi atas barang mewah dan minuman keras.  Pajak juga berperan sebagai stabilitas dan distribusi pendapatan, dengan pemungutan pajak dari yang lebih mampu, untuk menjamin kesejahteraan umum dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Mari wujudkan masyarakat sadar dan peduli pajak mulai dari sekarang. Kesejahteraan bangsa adalah kemenangan bagi seluruh umat. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434 H, mohon maaf lahir dan batin. (adv)

sumber : Ditjen Pajak
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement