REPUBLIKA.CO.ID,Pengolahan hasil pemungutan pajak digunakan untuk pembangunan negara. Dengan pembangunan, ekonomi masyarakat bisa terangkat. Artinya, pajak memenuhi salah satu fungsinya sebagai alat pemerataan pendapatan masyarakat.
Menurut Anwar Abbas, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), pajak bisa menjadi jembatan untuk memperkecil gap antara masyarakat kota dengan masyarakat pedesaan. Tapi tentu saja untuk memperkecil jurang kemiskinan dan kekayaan ini tidak berjalan sendiri. Pembangunan yang menggunakan uang rakyat harus berorientasi kepada rakyat kecil.
Untuk itu, program-program pengadaan infrastruktur untuk rakyat pedesaan harus mendapat perhatian lebih. Selain itu pinjaman untuk rakyat kecil harus dibedakan dengan pinjaman-pinjaman konglomerasi. “Di Thailand suku bunga pinjaman rakyat kecil hanya 1-2 persen. Di sini korporasi bisa mendapat pinjaman dengan suku bunga 11 persen, rakyat kecil 18 persen bahkan lebih,” katanya.
Selain dari pemerintah pusat, lanjut Anwar, pemerintah daerah harus berperan secara agresif. Dengan otonomi daerah, pendapatan dan pajak lokal harus bisa lebih dirasakan oleh masyarakat daerahnya.
Demi menjamin pembangunan ini terus berlangsung, diperlukan juga kontrol dari masyarakat. Caranya, setiap lembaga pemerintahan, dari kementerian sampai kelurahan, perlu mempublikasikan setiap uang rakyat yang digunakan untuk pembangunan. “Sehingga efektifitas dan efisiensi serta pertanggungjawaban anggaran dapat dilakukan,” ungkap Anwar.
Dengan memaksimalkan pembangunan dengan sendirinya masyarakat kecil akan merasakan manfaat pajak. Karena sebagian besar orang yang membayar pajak adalah masyarakat dengan penghasilan lebih.
Sehingga pertimbangan Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan apresiasi lebih kepada masyarakat yang memiliki NPWP perlu dipikirkan lebih matang. “Saat ini pemerintah sudah memberikan keuntungan dari pajak dengan menyekolahkan anak di sekolah negeri dengan biaya yang murah. Tapi bagaimanapun juga yang membayar pajak adalah orang baik,” kata Anwar. (adv)