REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Pemilihan calon kepala desa (Pilkades) secara serentak di Purwakarta, menuai protes. Pasalnya, dalam tahap seleksi itu beredar kabar adanya pungutan terhadap bakal calon sebesar Rp 15 juta.
Padahal, pemerintah kabupaten setempat telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 20 juta untuk kegiatan seleksi sampai tahapan Pilkades tersebut.
Keterangan yang diperoleh Republika, panitia seleksi calon kades itu di Desa Cibogogirang, Kecamatan Plered, mengancam akan mundur jika tidak ada bakal calon (balon) yang menyerahkan pungutan sebesar Rp 15 juta. Pungutan itu diduga dipergunakan untuk operasional para panitia.
Sumber Republika mengatakan, pungutan itu atas inisiatif panitia yang mematok besaran sampai belasan juta rupiah. Tak hanya itu, di desa tersebut kembali diguncang isu baru bahwa panitia akan mundur jika tidak ada satu pun calon kades yang membayar pungutan.
"Kami sangat keberatan, jika harus dipungut sebesar Rp 15 juta," ujarnya, kepada sejumlah wartawan, Jumat (2/8).
Calon kades asal Desa Pamoyanan Kecamatan Plered, Endang, mengaku, di desanya ada empat calon yang ikut meramaikan bursa pemilihan kepala desa. Dia pun menjelaskan, pungutan partisipasi itu memang benar ada. Bahkan, dia telah membayar Rp 5 juta kepada panitia. "Uang itu,akan digunakan untuk membantu pelaksanaan Pilkades," ujarnya.
Uang sebesar itu pun dibayar dengan cara dicicil dua kali. Artinya, panitia memberi keringan kepada setiap kandidat. Menurutnya, balon lainnya juga menyerahkan pungutan itu. Namun, dia tak mengetahui nilai yang diberikannya berapa.
Sumber Republika lainnya, balon kades dari Desa Sindangsari, Kecamatan Plered, mencurigai adanya kecurangan saat pelaksanaan tes tulis.
Pasalnya, panitia dari unsur TNI, Polri, serta Muspika tak memberikan transparansi nilai ke masing-masing calon. Padahal, transparansi itu sangat diperlukan. Sebab, pada pemilihan balon kades saat ini, diutamakan kejujuran. "Tapi, panitia sendiri tidak mau jujur," ujar calon yang gugur ini.
Kecurigaan itu muncul saat dia dinyatakan tidak lolos oleh panitia. Dengan kondisi itu, dia pun berupaya untuk mengetahui hasil akhir. Supaya dia mengetahui tes apa yang memang kelemahannya. Namun, saat didesak panitia tak bisa memberikan jawaban yang puas. Bahkan, saat memperlihatankan nilai dari masing-masing panitia, durasinya sangat cepat.
Tak hanya itu, penilaian tersebut dicurigai banyak yang diubah. Sehingga, dia mendapatkan nilai minimal dibanding lima calon lainnya. Selain itu, alasan dirinya gugur karena terbentur aturan. Yaitu, setiap desa maksimalnya harus lima calon. Sedangkan di desa itu ada enam calon.