Kamis 01 Aug 2013 21:29 WIB

Muhammadiyah Tolak Investor Beli Sawah Petani

Rep: Rosita Budi Suryaningsih/ Red: Djibril Muhammad
Petani menanam bibit di sawah. (Ilustrasi)
Foto: Antara/Yusran Uccang
Petani menanam bibit di sawah. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Adanya investor asing, dalam hal ini Cina dan Malaysia yang berminat untuk berinvestasi mengembangkan usaha persawahan, didukung salah satu ormas Islam besar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah.

Anggota PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, menyatakan investasi ini bisa meningkatkan produksi beras dalam negeri. "Sehingga usaha swasembada beras nanti bisa terwujud," katanya dalam pesan singkat kepada Republika, Kamis (1/8).

Swasembada beras, menurut dia perlu dilakukan, apalagi jika mengingat proyeksi pertumbuhan penduduk Indonesia pada 2025 mendatang akan membludak menjadi 273,2 juta jiwa.

Dengan investasi dalam bidang produksi beras ini, bisa menjadi sebuah antisipasi dalam pemenuhan permintaan beras dalam negeri. "Kalau tidak produksi sendiri, opsi lainnya hanya impor dari negeri lain," ujar pria yang juga berprofesi sebagai dosen ekonomi di UIN Syahid Jakarta.

Untuk itu semua pihak perlu melakukan antisipasi mulai dari sekarang, agar tak menimbulkan masalah besar di kemudian hari.

Opsi impor, menurut dia, sebaiknya dihindari, karena jelas akan sangat menguras banyak devisa yang semestinya dapat kita pergunakan untuk membeli barang modal, untuk menggerakkan ekonomi dan perekonomian nasional.

Sayangnya, ada bau tidak sedap dalam investasi asing di bidang persawahan ini. Para investor tersebut disinyalir tidak akan membuka lahan persawahan baru namun mereka hanya akan membeli sawah-sawah petani yang sudah ada, terutama yang berlokasi di pulau Jawa.

"Jika yang terjadi demikian, tentu ini merisaukan kita dan jelas harus ditolak," katanya.

Investasi yang salah ini, menurut dia, akan berdampak kpd semakin terpuruknya nasib dan kehidupan para petani Indonesia, terutama di pulau jawa.

Untuk itu pemerintah perlu bergerak agar bisa mengarahkan niat investor tersebur untuk tidak berinvestasi di pulau Jawa, namun memilih  pulau-pulau yang lain, seperti di sumatra dan atau papua.

"Jika perlu beri mereka insentif-insentif tertentu agar mereka tertarik berinvestasi di daerah tersebut," katanya.

Ia mengusulkan agar ada sebuah regulasi yang membantu dan mendukung terhadap pengembangan program food estate yang berkeadilan dan bisa mensejahterakan semua pihak.

Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi jelas akan sangat mendukung setiap rencana untuk meningkatkan produktivitas beras nasional. Sebab hal ini bisa membuat bangsa kita swa sembada beras, bahkan bisa menjadi negara pengekspor beras yang diperhitungkan dunia nantinya.

Namun niat tersebut hendaknya benar-benar dipikirkan dan diperhitungkan secara baik tanpa mengorbankan para petani kecil yang sudah ada.

Untuk mendukung program tersebut, Muhammadiyah sudah menyampaikan sikapnya sejak 2009 agar pemerintah membuat sebuah penetapan lahan abadi untuk kepentingan pembangunan pertania.

"Karena muhammadiyah telah mempreidksi dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka tentu maka tentu akan berdampak pada kekurangan persediaan beras nasional," ujarnya.

Mengingat pulau Jawa adalah pulau yang tersubur, tidak hanya di indonesia tetapi juga di dunia, maka pengkonversian lahan pertanian menjadi  pabrik, lapangan golf, perumahan, dan pengalih fungsian lahan persawahan lainnya jelas pada waktunya akan mempengaruhi persediaan beras nasional.

Dari data yang diperoleh, terlihat bahwa meskipun pulau Jawa luasnya hanya 6 persen dari luas indonesia keseluruhan namun kontribusinya terhadap pengadaan beras nasional cukup besar. "Yaitu 55 persen dari produksi beras nasional," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement