REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertemuan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dengan kalangan pelaksana penempatan TKI swasta (PPTKIS) di Jakarta, Senin (8/7), menyepakati penurunan biaya penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) sektor rumah tangga di Taiwan.
Penurunan yakni sekitar 55,42 persen atas komponen biaya administrasi penempatan dari Rp 3.813.600 menjadi Rp 1.700.000 atau turun 20,68 persen dari total biaya Rp 24.003.920 ke Rp 19.039.012.
Pemangkasan biaya itu tidak mengubah besaran pokok kredit yang dipikul para TKI, yaitu Rp 17.022.200, termasuk tanpa mengurangi beban bunga pinjaman dari perbankan/lembaga keuangan selama ini sebesar 18,6 persen.
"Adapun para TKI diwajibkan melunasi pinjaman kreditnya untuk masa sembilan bulan dengan cara pemotongan gaji," ungkap Kepala BNP2TKI, Moh Jumhur Hidayat.
Ia menjelaskan, penurunan biaya tersebut untuk meringankan beban calon TKI yang ingin bekerja di Taiwan. PPTKIS segera menindaklanjuti kesepakatan ini.
"Bagi PPTKIS yang tidak menaati kesepakatan ini akan dikenakan sanksi berupa penundaan pelayanan TKI secara online, sehingga PPTKIS tidak bisa memproses penempatan TKI ke Taiwan,” ujar Jumhur.
Berdasarkan data Pusat Penelitian dan Pengembangan Informasi (Puslitfo) BNP2TKI, jumlah keberadaan TKI di Taiwan mencapai 182.597 orang atau bahkan lebih.
Sebanyak 149.808 (82 persen) di antaranya merupakan TKI perempuan yang khusus bekerja sebagai ’caregiver’ (pengasuh lanjut usia) di rumah tangga, sedangkan 72.789 (18 persen) lainnya terdiri laki-laki dengan pekerjaan di sektor formal perusahaan meliputi bidang manufaktur, konstruksi, perikanan, dan pertanian.
Gaji TKI sektor rumah tangga yang baru bekerja di Taiwan ditetapkan 15.840 NT$ atau sekitar Rp 5.227.200 per bulan. Namun demikian, untuk TKI perpanjangan kontrak setelah melewati tiga tahun di sana mendapatkan gaji bulanan 19.047 NT$ atau Rp 6.285.510, baik pada pengguna (majikan) yang sama ataupun berbeda.