Selasa 30 Jul 2013 13:27 WIB

SBY Disadap Saat KTT G20, Fadli Zon: Panggil Dubes Negara penyadap

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon (berkacamata)
Foto: Antara
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon (berkacamata)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah perlu memanggil duta besar dari negara yang diduga melakukan penyadapan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, untuk dimintai penjelasannya karena penyadapan merupakan masalah kepentingan bangsa, kata seorang politisi.

"Ini bukan hanya masalah Presiden, tetapi merupakan masalah kepentingan bangsa," kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon di Jakarta, Selasa, mengenai dugaan penyadapan terhadap Presiden Susilo Yudhoyono saat mengikuti KTT G20 di London pada 2009.

Sebagaimana dilaporkan surat kabar Australia, "Sydney Morning Herald" edisi Jumat (26/7), Perdana Menteri Australia Kevin Rudd, memperoleh keuntungan atas aktivitas spionase itu.

Seorang sumber anonim yang dekat dengan pemerintah Australia mengungkapkan, pada April 2009, delegasi Australia mendapatkan dukungan informasi intelijen dari Inggris dan Amerika Serikat.

Fadli Zon mengatakan tidak cukup jika Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa hanya meminta klarifikasi kepada negara yang diduga melakukan penyadapan, karena hal itu hanya menunjukkan kelemahan diplomasi.

"Seharusnya pemerintah bertindak lebih tegas dengan memanggil dubes negara tersebut," tandasnya.

Sedangkan pembenahan ke dalam, Fadli mengharapkan agar prosedur dan ketetapan keamanan Presiden dievaluasi, sehingga penyadapan tersebut bisa dihindari.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menilai penyadapan sebagai sesuatu yang sangat memprihatinkan dan melanggar tata krama hubungan internasional.

"Seandainya betul maka itu sesuatu yang sangat memprihatinkan dan sangat melanggar tata krama hubungan internasional," ujar Menlu.

Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Marciano Norman menyatakan kabar penyadapan itu masih perlu diklarifikasi untuk mencari tahu informasi yang sebenarnya.

"Dari pemberitaan itu, kita tidak sepenuhnya percaya. Itu pemberitaan sepihak, memerlukan juga klarifikasi dari pihak lain. Kita mencari informasi yang sebenarnya. Ini sedang dalam proses," tutur Marciano.

Menurut Marciano, saat seorang kepala negara melakukan kunjungan ke suatu negara maka yang bersangkutan seharusnya mendapatkan jaminan keamanan, tidak hanya dalam melakukan kegiatannya namun juga keamanan informasi.

Informasi penyadapan itu, katanya, membuat Indonesia berupaya semaksimal mungkin untuk mengevaluasi sistem pengamanan, sehingga tidak terjadi kebocoran yang tidak perlu.

Ia menilai perkembangan teknologi yang sangat cepat dasawarsa ini menuntut kecakapan khusus untuk mengimbangi agar informasi negara tidak dengan mudah bocor.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement