REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Ratusan petani dari Desa Sukamulya, Kecamatan Cilamaya Kulon, melakukan perburuan (geropyokan) terhadap tikus.
Sebab, binatang pengerat ini menjadi hama utama bagi petani di wilayah tersebut. Jika tak segera dicegah, binatang tersebut akan merugikan petani. Sebab, padi bisa menjadi puso.
Amad (53 tahun), warga Kampung Pulo Puteri, Desa Sukamulya, Kecamatan Cilamaya Kulon, mengatakan, sejak 25 tahun terakhir wilayahnya diserang hama tikus. Setiap tahunnya, hama tersebut semakin tak terkendali. Oleh sebab itu, setiap musim petani selalu dipusingkan dengan kehadiran binatang tersebut.
"Jika sudah mulai tanam (tandur), hampir setiap malam petani di sini berburu tikus," ujarnya, kepada Republika, Ahad (28/7).
Sebab, binatang pengerat itu merusak tanam sejak masih muda. Jika terus dibiarkan, maka sawah tersebut terancam puso. Dengan begitu, petani akan merugi gara-gara tikus.
Saat ini, ia melanjutkan, ada berbagai cara untuk berburu tikus. Dari cara tradisional sampai agak modern. Cara tradisional, yaitu, dengan motede gobyog lubang tikus. Lubang tersebut, disiram air sebanyak-banyaknya sampai tikus keluar.
Kemudian, ada cara lagi dengan menyulut petasan dan menyemprotkan belerang ke lubang tikus. Akan tetapi, cara tradisional itu dinilai kurang efektif. Makanya, sejak dua tahun terakhir, petani di desa ini menggunakan cara modern. Yaitu, dengan memanfaatkan listrik.
Energi listrik, disalurkan ke kawat-kawat yang telah dibentangkan di setiap pematang sawah. Namun, dengan cara ini membahayakan keselamatan petani dan warga lainnya. Sebab, ada kasus warga yang kesetrum, gara-gara menginjak kawat listrik itu.
Bercermin dari pengalaman, makanya cara ini diganti dengan memanfaatkan genset. Menggunakan genset dinilai jauh lebih aman dibanding listrik dari PLN. Karena, bila ada yang menginjak kawat, genset tersebut akan mati dengan sendirinya.
"Jika pake setrum, dalam semalem bisa mendapatkan tikus satu karung penuh yang kapasitasnya 25 kilogram," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan Karawang, Kadarisman, mengatakan, Karawang memang endemis hama tikus. Hama tersebut, tersebar di 30 kecamatan yang ada. Pada musim gadu pertama ini, sudah 300 hektare sawah yang terserang hama pengerat tersebut. "Tapi, serangannya masih ringan dan sedang," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur SDM dan Umum PT Pupuk Kujang Cikampek, Ade Suryanti, mengatakan, perusahaannya berupaya membantu petani. Yakni, memberikan sejumlah peralatan untuk berburu tikus. Seperti, 150 unit kompos (alat berburu tikus dengan bahan bakar belerang).
"Selain itu, kami juga memberikan insentif kepada petani sebesar Rp 1.500 per ekornya," ujar Ade.
Menurut Ade, kegiatan geropyok tikus ini tak hanya berlangsung di Karawang. Melainkan, serentak dilakukan di Indramayu dan Subang. Sebab, ketiga wilayah ini merupakan endemis tikus di Jabar.
Terkait dengan bantuan, PT Pupuk Kujang siap membantu petani. Termasuk, bila ada petani yang mengusulkan genset untuk berburu tikus. Bahkan, metode berburu tikus dengan genset ini, bisa jadi pilot plan dan bisa diadopsi di seluruh daerah di Jabar.