REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Loper koran adalah satu-satunya rantai paling ujung yang menghubungkan penerbit harian dengan para pembaca. Tanpa loper koran, mustahil sirkulasi dan peredaran media kontrol pemerintah dan sosial itu dapat terbaca masyarakat.
Tukiman (69 tahun) menilai, loper bukanlah pekerjaan yang gampang. Meski tak harus punya kemampuan khusus dan tak butuh gelar akademis, namun Tukiman berpendapat seorang loper koran punya tanggung jawab. Khusus lagi. "Kita (loper koran) punya beban lahir bathin," tuturnya, Jumat (28/7).
Bapak enam anak ini sepertinya mahfum benar apa yang dikerjakannya. Sejak 1995 ia sudah menggeluti dunia ini. Ia memilih menjadi pengedar koran setelah dipecat dari pabrik swasta. Kawasan Pondok Indah dan Trogong Jakarta Selatan adalah dua wilayah edarannya. Dengan sepeda motor, Tukiman melaju dari rumahnya di seputar Gandaria Selatan, Jakarta Selatan.
Saban pagi sebelum Tuhan menuntut kewajibannya, Tukiman sudah berada di jalanan, menyebarkan koran. "Saya shalat (Subuh) di masjid terdekat saat (usai) azan selesai," akunya.
Bagi Tukiman, tidak ada soal kalau persoalan nafkah. Hasil meloper terbukti bisa membuatnya tetap sehat. Meski semakin tua, ia mengaku pekerjaan meloper koran sudah cukup.
Pada Jumat (28/7) tercatat ada seribu 'Tukiman' di Gedung Olah Raga Kebun Binatang Ragunan, Jakarta Selatan. Harian Republika, jadi tuan rumah silaturahim antara media Islam tersebut dengan para loper koran dan agensi. Bertajuk 'Buka Puasa Bersama Agen dan Loper Koran Republika', menjadi salah satu moment interaksi rutin tiap tahun yang Republika siapkan.
Silaturahim ini tentu meriah. Bukan lantaran banyak hadiah, dan bagi-bagi sembako, atau apa pun itu. Tapi, menurut Tukiman, kegiatan ini adalah apresiasi untuk peloper koran yang mestinya rutin ada dan terus dilakukan media-media pemberitaan. "Seperti ini kan bagus. Kami mendukung yang seperti ini. Kalau Republika saya pasti datang," tuturnya.
Tukiman mengungkapkan, Harian Republika memang punya keakraban dengan para loper. Itu terbukti, ketika penerbit dan media berita lain hanya mengundang para agensi dalam setiap acara serupa. Padahal, menurutnya, tukang loper lah yang menjadi ujung tanduk peredaran.
"Ya harusnya jangan agensi sajalah. Kami-kami ini kan juga ikut bekerja," ujar satu di antara loper dari Bakat Agensi ini.
Ungkapan senada dikatakan pemilik Agensi Terbit di Bekasi, Dadang Santoso. Dadang sudah sepuluh tahun lebih jadi agen pengedar Harian Republika di wilayah penyangga ibu kota.
Dadang punya sebelas personil lapangan untuk menghadirkan Harian Republika di pintu rumah pelanggan, sebelum matahari terbit. Dadang mengakui, pekerjaan tukang edar itu memang tak mudah.
"Sudah sepantasnya memang media-media ikut mensejahterakan para loper ini. Paling tidak ada komunikasi seperti acara ini," kata Dadang.