Kamis 25 Jul 2013 05:44 WIB

Pemerintah Diminta Bersikap Soal Hormon Untuk Penggemukan Sapi

Rep: melani fauziah/ Red: Taufik Rachman
 Seorang perempuan berjalan di depan spanduk penolakan daging impor AS dalam aksi unjuk rasa di Seoul, Korsel, Selasa (1/5).  (AP Photo/Lee Jin-man)
Seorang perempuan berjalan di depan spanduk penolakan daging impor AS dalam aksi unjuk rasa di Seoul, Korsel, Selasa (1/5). (AP Photo/Lee Jin-man)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-- Semua pihak diminta bersikap bijaksana dalam menilai daging impor. Secara ilmiah, terdapat dua paham terkait penggunaan hormon pertumbuhan sapi.

"Memang ada pro dan kontra, sekarang tergantung pemerintah perlu menentukan sikap," ujar Sekretaris Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI) Jabar, Robi Agustiar, Rabu (24/7).

Paham pertama dianut oleh Eropa. Negara ini tidak setuju dengan penggunaan hormon. Daging yang berasal dari Eropa pun tidak masuk ke Indonesia.

Selanjutnya terdapat paham yang dikenalkan oleh Amerika, yang juga diikuti oleh Australia, Kanada dan Selandia Baru. Paham ini membolehkan penggunaan hormon tertentu untuk menggemukkan sapi.

Penggunaan hormon dianggap masih perlu dibuktikan sebagai penyebab kanker. "Secara empiris belum ada data yang valid, masih perlu dibuktikan," katanya.

Daging milik Bulog seharusnya juga sudah melalui sertifikasi ketat mengenai standar higienis termasuk halal atau tidak. Namun mengingat Bulog hanya punya sedikit waktu, perlu ditelusuri apakah perusahaan pelat merah tersebut telah melakukan proses dengan benar.

Ia menambahkan, hampir seluruh lembaga sertifikasi halal di Australia mengacu pada ketentuan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Segala produk hewan yang masuk ke Indonesia membutuhkan sertifikasi halal dari lembaga tersebut. "Jadi sebaiknya MUI segera melakukan audit (daging Bulog) dan kemudian memberikan klarifikasi," ujarnya ketika dihubungi Republika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement