REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta -- Semua pihak diminta bijaksana menilai daging sapi impor. Secara ilmiah, terdapat dua paham terkait penggunaan hormon pertumbuhan sapi.
"Memang ada pro dan kontra, sekarang tergantung pemerintah perlu menentukan sikap," ujar Sekretaris Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI) Jabar, Robi Agustiar, Rabu (24/7).
Paham pertama dianut Eropa, dimana hormon tidak setuju dengan penggunaan hormon. Daging yang berasal dari Eropa pun tidak masuk ke Indonesia.
Selanjutnya terdapat paham yang dikenalkan Amerika, yang juga diikuti Australia, Kanada dan Selandia Baru. Paham ini membolehkan penggunaan hormon tertentu untuk menggemukkan sapi. Penggunaan hormon dianggap masih perlu dibuktikan sebagai penyebab kanker. "Secara empiris belum ada data yang valid, masih perlu dibuktikan," katanya.
Daging milik Bulog seharusnya juga sudah melalui sertifikasi ketat mengenai standar higienis termasuk halal atau tidak. Namun, mengingat Bulog hanya punya sedikit waktu, perlu ditelusuri apakah perusahaan pelat merah tersebut telah melakukan proses dengan benar.
Ia menambahkan, hampir seluruh lembaga sertifikasi halal di Australia mengacu pada ketentuan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Segala produk hewan yang masuk ke Indonesia membutuhkan sertifikasi halal dari lembaga tersebut. "Jadi sebaiknya MUI segera melakukan audit (daging Bulog) dan kemudian memberikan klarifikasi," ujarnya ketika dihubungi ROL.