REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh mengaku telah mengecek kasus meninggalnya siswa karena Masa Orientasi Siswa (MOS) di Bantul, Yogyakarta.
“Kita cek duduk perkaranya dulu apa. Apakah memang ada tanda-tanda kekerasan atau tidak atau memang si anak sedang sakit, kita belum tahu,” katanya, Selasa (23/7).
Menurutnya, kasus tersebut bukan berarti MOS langsung dihilangkan. Sebab, ia beranggapan MOS memiliki tujuan yang baik tetapi seringkali penyampaiannya salah. Menurutnya, orientasi kepada siswa sangatlah diperlukan.
“Yang tidak boleh adalah membangkitkan anarkis atau kekerasan karena benih-benih kekerasan harus dibuang dari dunia pendidikan. Yang harus kita tanamkan adalah kasih sayang,” katanya.
Ia mengklaim tren terkait MOS dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sudah relatif bagus. Artinya, aspek kekerasan berkurang dan lebih banyak melayani kebutuhan siswa dan menanamkan kasih sayang.
Namun, ditegaskan Mendikbud, setiap daerah perlu tetap mengamankan, mengawal, dan merencanakan agar pelaksanaan MOS benar dan sesuai tujuan. “Saya sudah sampaikan agar kawal betul, dampingi betul, jangan dilepas agar pelaksanaan MOS sesuai tujuan,” katanya.
Untuk kasus di Bantul, lanjutnya, kemendikbud akan bekerja sama dengan kepolisian untuk menuntaskan kasus tersebut meskipun harus tetap didasari dengan verifikasi dan klarifikasi.
“Kita nanti kerja sama dengan kepolisian. Informasi yang saya dapat meski belum secara resmi, anaknya sedang sakit, belum ditemukan tanda-tanda kekerasan. Tapi sekali lagi, dampingi, lihat duduk perkaranya seperti apa,” katanya.
Sebelumnya, siswi SMK 1 Pandak, Bantul, DIY meninggal saat mengikuti MOS di sekolah tersebut. Siswa tersebut dilaporkan jatuh pingsan usai menjalani hukuman 'squod jump' karena tidak mengenakan kaos olahraga saat mengikuti kegiatan MOS pada Jumat (19/7). Ia meninggal dunia ketika dibawa ke rumah sakit.