REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Koordinator Lembaga Bantuan dan Konsultasi Hukum (LBKH) Veritas Sulawesi Tengah, Susilo, mendesak kepada majelis hakim untuk menjatuhkan vonis kepada pemerkosa anak di bawah umur harus dimaksimalkan.
"Itu bertujuan sebagai efek jera kepada pelaku karena telah merusak masa depan anak," kata Susilo di Palu, Ahad (21/7).
Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, ancaman penjara maksimal pelaku kekerasan seksual terhadap anak bisa mencapai 15 tahun.
Pasal 82 undang-undang tersebut menyatakan setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak Rp 300 juta.
Menurutnya, hakim yang akan menjatuhi vonis itu harus memperhatikan dampak psikologis anak yang akan mengalami trauma sepanjang hidupnya karena diperkosa, apalagi jika anak itu kehilangan keperawanannya.
Keperawanan di Indonesia masih merupakan hal penting, dan jika direnggut oleh pemerkosa itu sangat menyakitkan. "Kalau hukumannya hanya vonis minimal maka tidak akan membuat jera pelakunya. Hakim jangan ragu-ragu menjatuhkan vonis jika terdakwa di persidangan telah terbukti melakukan pelanggaran," kata Susilo.
Menurutnya, vonis hukuman yang berat tersebut bisa mengurangi tindak pemerkosaan terhadap anak. "Jadi seseorang yang akan berniat jahat bisa berpikir dua kali sebelum memperkosa karena terbayang ancaman hukuman," katanya.